Bollo.id — Waktu menunjukkan pukul 10.30 WITA pada Sabtu, 29 Juni 2024. Kami bertiga, Nur Alamsyah, Muhammad Edi, Hasrullah bergegas mengunjungi para pengrajin gula aren di Dusun Tompobalang, Desa Manuju, Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Mereka adalah Daeng Maro, Daeng Rallu dan Daeng Naka.
Ketiganya telah menggeluti profesi ini sejak 1990-an. Memproduksi gula aren, sudah menjadi sumber pencaharian utama mereka, selain bertani dan berkebun. Daeng Naka, berhasil menyekolahkan anaknya sampai sarjana dari hasil penjualan gula aren. “Anak saya jadi sarjana dari hasil penjualan gula aren,” katanya.
Gula aren yang dibuat Daeng Naka, dulunya, sekitar 90-an dijual ke Pasar Bontojai, Desa Borissallo, Kecamatan Parangloe, Gowa. Gula merah dipikul melewati gunung dan menyebrangi Sungai Jeneberang untuk sampai di Pasar Bontojai waktu itu. “Kalau sekarang pembeli yang datang langsung ke rumah,” ucap Daeng Naka sambil menunjuk jalan ke arah gunung.
Harga gula merah, atau gula aren saat ini cukup mahal. Untuk satu kemasan, sekitar Rp60.000. “Kalau musim kawin banyak orang yang mau gula,” ujar Dg Naka sembari memperlihatkan gula yang telah dikemasnya pakai daun pisang kering.
Pohon aren memang banyak tersebar di Dusun Tompobalang, Desa Manuju dan desa-desa sekitarnya. Merujuk dari berbagai sumber penelitian ilmiah, pohon aren adalah salah satu jenis tanaman yang mampu menyimpan dan memproduksi air.
Tanaman ini memiliki kemampuan unik untuk menyimpan cadangan air dalam batangnya serta berperan penting dalam menjaga kelestarian tanah terutama pada musim penghujan. Selain mempunyai manfaat ekonomi bagi penduduk yang ada di sekitarnya.
Itu karena dari bagian-bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Seperti pembuatan alat-alat tradisional untuk kebutuhan properti, kerajinan tangan, atap rumah, dan sumber pangan macam sagu dan buah kolang-kaling.
“Ada banyak pohon aren di dusun ini namun tidak banyak masyarakat yang mau membuat gula merah,” kata Daeng Maro. “Lebih mau orang buat Ballo’ (sebutan minuman tradisional dari penyulingan nira aren) daripada na bikin gula merah,” Daeng Rallu menimpali.
Kemungkinan besar disebabkan proses pembuatan gula merah yang masih sangat tradisional dengan waktu lama. Untuk mengumpulkan nira saja, butuh waktu sekitar 12 jam. Daeng Naka menerangkan proses pembuatan gula aren.
Mulai dari memasang tangga ke pohon aren, kemudian membersihkan bagian bunga jantan (Tura-sebutan lokal dalam bahasa Makassar) juga bagian lainnya yang akan mengganggu proses pengambilan nira. Kemudian bunga diayun perlahan. Setiap hari harus dicek. Bahkan proses pengayunan butuh waktu sekitar 10 hingga 12 hari.
Setelah proses pembersihan dan mengayun, selanjutnya bunga jantan disayat horisontal pakai pisau tajam. Proses menyayat, sedikit demi sedikit dan setiap hari untuk merangsang keluarnya nira.
Setelah keluar, nira dikumpulkan dalam wadah penampungan yang terbuat dari bambu yang telah diisi dengan sene (daun khusus agar nira yang ada di dalam penampungan jadi manis).
“Kalau mengambil nira aren, kalau sore kita pasang ini penampungan (Tongka dalam bahasa Makassar) besok pagi pi baru kita ambil, kemudian dimasak.” Kata Dg Naka sambil menunjuk Tongka yang tergantung di samping rumahnya.
Jadi pada saat pengambilan nira di pagi hari, penampungan kembali dipasang untuk pengambilan nira pada sore hari.
Proses pembuatan gula aren
Setelah terkumpul, nira bersih dipanaskan dalam kuali besar sampai berubah warna menjadi kecoklatan. “Kalau membuat gula merah, apinya tidak boleh sampai padam karena ini bisa membuat kegagalan dalam (proses) pengentalan nantinya,” kata Daeng Naka sambil memasukkan kayu ke dalam tungku.
Proses ini memerlukan ketelatenan dan keterampilan tinggi. Nira dipanaskan hingga mengental dan berubah warna menjadi coklat tua, kemudian diangkat dari tungku lalu diaduk.
“Nira diaduk secara terus-menerus agar dapat mengental dan menjadi gula,” Dg Naka menjelaskan prosesnya, sambil mengaduk. Setelah proses pengentalan, masuk ke tahap pembentukan dan pendinginan.
Setelah mencapai kekentalan tertentu, cairan gula dituang ke dalam cetakan yang terbuat dari kayu. Cetakan ini berbentuk kerucut. Selanjutnya, Cetakan dibiarkan hingga gula mengeras dan dingin. Proses pendinginan ini bisa berjam-jam.
Tergantung suhu dan kelembaban lingkungan pengolahan. Terakhir masuk proses pengemasan. “Gula ini dikemas menggunakan daun pisang kering lalu diikat dengan tali yang diambil dari alam, karena kalau tidak dikemas gula ini bisa hancur,” ucap Dg Naka mengemas gula yang telah dibuatnya.
Manfaat tanaman aren untuk lingkungan dan kesehatan
Gula aren berasal dari nira (nectar) yang diperoleh dari pohon aren. Tanaman ini tumbuh subur di berbagai wilayah Indonesia. Proses pembuatan gula aren memanfaatkan teknik tradisional yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Beragam penelitian tentang kesehatan menyebut, gula aren memiliki banyak manfaat. Seperti kandungan mineral dan vitamin yang lebih tinggi dibandingkan gula putih, serta indeks glikemik yang lebih rendah, membuatnya lebih sehat bagi tubuh.
Indeks glikemik adalah ukuran yang menunjukkan seberapa cepat makanan yang mengandung karbohidrat meningkatkan kadar gula darah. Kandungan rendah indeks glikemik yang terdapat dalam gula aren, menyebabkan kenaikan gula darah yang lebih lambat dan stabil, yang bermanfaat bagi kesehatan.
Di sektor lingkungan, pohon aren berkontribusi pada penghijauan dan menjaga keseimbangan ekosistem. Terutama perannya dalam pelestarian air dan mencegah tanah longsor pada musim penghujan.
Sehingga dari kemampuannya untuk menyimpan air, pengikatan tanah, dan manfaat ekonomis menjadikan pohon aren ini adalah pilihan yang sangat baik dalam upaya konservasi dan pelestarian lingkungan sekaligus mata pencaharian (livelihood).
Keberadaan pohon aren di Desa Manuju, sangat penting dalam menjaga kestabilan ekosistem dan ketahanan lingkungan (manfaat ekologis). Apalagi bila dikaitkan dengan isu lingkungan, seperti perubahan iklim yang sedang menjadi sorotan dunia.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Editor: Sahrul Ramadan