Bollo.id — Selokan di sepanjang Jalan Poros Pangkabinanga, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa tampaknya menjadi tempat pembuangan sampah bagi masyarakat sekitar.
Sampah plastik satuan hingga sampah yang dikumpul dalam kantong plastik terlihat mengapung di selokan di sepanjang jalan ini. Kondisi kering atau basahnya selokan bergantung pada musim.
Jika musim kemarau, tampak kemasan plastik makanan dan minuman di dasar selokan. Namun saat musim hujan, kemasan plastik mengapung dan tertahan di beberapa titik di selokan itu.
Bila air hujan turun, sampah yang berdatangan dari arah timur itu mengalir beriringan dengan air yang merambah ujung selokan yang kering. Namun, sebab sampah tersebut tidak hanya berjumlahkan hitungan jari.
Sampah justru menumpuk di beberapa titik di selokan itu. Salah satunya di sekitar kedai jualan Daeng Lau. Jalanan menuju kedai makanan Daeng Lau berada tepat di atas selokan di Jalan Poros Pangkabinanga.
Sedangkan rumahnya berada di seberang dalam selokan. Di bawah jalan penghubung antara kedainya dan jalan poros itulah yang menjadi titik sampah-sampah tertahan.
“Kalau (selokan) tersumbat, kita (saya) lagi dorong itu sampahnya,” ujar Daeng Lau, saat ditemui di lokasi, Rabu, 13 November 2024.
Menurut Daeng Lau, sampah-sampah itu dibuang warga setempat. Itu karena tidak ada tempat sampah di sekitar tempat tinggal mereka. Warga menjadikan selokan sebagai tempat pembuangan instan.
“Masyarakat yang buang ini (sampah). Malas mi pergi bawa sampahnya (ke tempat sampah). jadi dibuang mi di sini,” katanya.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Dengan sebatang bambu, Daeng Lau berinisiatif mendorong sampah-sampah yang tertahan. Ia merasakan dampak mengurus saluran yang yang tertumpuk sampah.
Penyebabnya karena masyarakat membuang sampah bukan pada tempatnya. “Kalau menumpuk mi (sampah), kita juga setengah mati dorong. Kerasnya (sampah) itu didorong,” keluh pria 47 tahun ini.
“Biar didorong begini ji (tiada henti, bakal menumpuk terus), kita ji setengah mati, bukan ki orang pengairan, kita mi dapat dampaknya, kah orang dari sana buang sampah. Kalau nda ada mi kerja ini (menyingkirkan sampah agar air dapat lewat), tertutup mi ini (selokan).”
Editor: Sahrul Ramadan