Bollo.id — Warga Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan masih menunggu tim penyelesaian konflik agraria dibentuk oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Takalar. Tim itu diperlukan untuk menyelesaikan konflik agraria soal Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV Regional 8.
“Situasinya sudah lewat satu tahun pasca habisnya HGU. Mestinya ada dibentuk tim penyelesaian konflik agraria. Itu yang sampai saat ini belum terlaksana,” kata Koordinator Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Makassar, Hasbi Assidiq kepada Bollo.id, Jumat, 2 Mei 2025.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Rencana tim itu disarankan pada tahun lalu melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor Bupati Takalar. Pada saat itu juga, pemda menyoroti bukti kepemilikan tanah seperti rincik kepada warga sebagai dasar klaim tanah adat yang dirampas oleh PTPN.
“Kemarin itu tawarannya pemerintah dan perusahaan. Mereka meminta kepada warga yang memiliki klaim atas tanah itu supaya melapor ke PTPN dengan membawa alat-alat bukti kepemilikan,” lanjutnya.
Menurut Hasbi, konflik agraria ini bukan persoalan perdata. Konflik Polongbangkeng memuat ketimpangan struktural dan kekuasaan. “Perusahaan dan pemerintah saat ini melihat konfliknya sebagai persoalan perdata biasa,” ucapnya.
“Kami menilai ini tidak dipandang sebagai persoalan perdata karena alat bukti dan sebagainya. Ini adalah konflik agraria. Konflik agraria artinya ada peristiwa sejarah perampasan lahan antara perusahaan dan pemerintah saat itu,” Hasbi menegaskan.
Konflik ini mempengaruhi akses pendidikan anak warga Polongbangkeng. Selain persoalan administrasi lahan, ekonomi warga pun sangat terpengaruh. Persoalan yang berlarut ini, membuat warga setempat terpaksa keluar mencari nafkah untuk bertahan hidup.
“Mereka tidak lagi punya tanah. Mereka keluar dari kampung untuk mencari nafkah. Ada yang kondisi ekonominya tidak memungkinkan sehingga anaknya tak bisa melanjutkan pendidikannya. Konflik agraria itu berdampak ke akses pendidikan,” kata Hasbi.
Baca juga artikel lain tentang perampasan lahan warga di Polongbangkeng:
- Semuanya Demi Hidup
- Jalan Terjal Petani Takalar Lawan Perampasan Tanah
- Penolakan Perampasan Tanah Petani Takalar Berlanjut!
- Petani Takalar Menagih Janji
DPRD Takalar diketahui belum menggelar RDP tentang lokasi konflik agraria antara warga Polongbangkeng melawan PTPN XIV Regional 8. Sebelum RDP, Komisi 1 DPRD Takalar merencanakan pengecekan lokasi pada awal Mei 2025.
“Teman-teman komisi 1 akan berkunjung ke sana. Minggu depan kita berkunjung (ke Polongbangkeng),” kata Ketua DPRD Takalar, Muh Rijal kepada Bollo.id, Selasa, 29 April 2025.
Komisi 1 kata Rijal, akan mencari dan mengumpulkan data pembanding konflik agraria usai surat tuntutan dari warga Polongbangkeng diterima sekitar Februari lalu. Selain data lapangan, pihaknya hendak berkomunikasi dengan General Manager PTPN.
Editor: Sahrul Ramadan