Demonstrasi ratusan petani Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar di depan kantor bupati menuntut perpanjangan HGU PTPN XIV Takalar/LBH Makassar/Bollo.id
Demonstrasi ratusan petani Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar di depan kantor bupati menuntut perpanjangan HGU PTPN XIV Takalar/LBH Makassar/Bollo.id

Jalan Terjal Petani Takalar Lawan Perampasan Tanah

Menurut LBH Makassar, tanah-tanah warga diambil paksa melalui tindakan intimidatif dengan kekerasan oleh aparat keamanan sejak tahun 1978

Takalar – Bollo.id — Selasa, 5 Maret 2024 lalu, adalah momentum perjuangan lanjutan ratusan petani dari Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, menyampaikan aspirasinya. Bersama Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah (GRAMT), 300-an petani ini berunjuk rasa di kantor Bupati Takalar dan kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. 

Demonstrasi ini merespons berakhirnya durasi Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) PTPN XIV Takalar pada 23 Maret 2023 dan yang akan berakhir pada 9 Juli 2024. “Aksi ini merupakan upaya untuk merebut kembali tanah yang telah dirampas sejak puluhan tahun lalu,” kata Melisa, pendamping hukum dari LBH Makassar, dalam siaran pers yang diterima redaksi Bollo.id, Rabu, 6 Maret 2024.

Menurut LBH Makassar yang mendampingi para petani Polongbangkeng, persoalan berlarut ini berdampak buruk bagi kehidupan warga setempat. “Perampasan tanah tersebut telah berdampak pada ketidakmampuan petani untuk mengolah sendiri lahannya, yang pada akhirnya menjadikan para petani tidak mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari,” ungkap Melisa.


Baca juga: Kehampaan Hak Petani


Tidak sedikit dari mereka, bahkan dengan terpaksa menjadi buruh tani di tanahnya sendiri, buruh bangunan dan bahkan harus meninggalkan kampung untuk bermigrasi mencari pekerjaan. Daeng Ngati, petani perempuan dari Desa Lassang Barat, Polongbangkeng Utara mengaku, pemerintah ingkar dan membuat warga sengsara.

“Kami dijanji oleh pemerintah bahwa tanah kami hanya dikontrak selama 25 tahun. Setelah itu akan dikembalikan lagi kepada masyarakat. Tapi nyatanya, sejak tanah kami diambil sampai sekarang tidak dikembalikan oleh pemerintah dan perusahaan,” ucapnya.

Sikap pemerintah dan perusahaan yang abai terhadap situasi ini membuat petani, khususnya perempuan seperti Daeng Ngati menderita. “Kami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkan untuk membiayai anak sekolah juga susah karena sudah tidak ada tanah yang bisa dikelola,” terangnya. 

Menurut catatan LBH Makassar, tanah-tanah warga diambil secara paksa melalui tindakan intimidatif dengan jalan kekerasan oleh aparat keamanan sejak tahun 1978. Mereka bahkan tidak segan-segan menembak warga dan memaksa warga untuk menerima ganti rugi yang tidak layak dari pemerintah. 

Tidak terima tanahnya diambil, warga kemudian melakukan berbagai perlawanan hingga saat ini, untuk menolak perampasan tanah dan upaya untuk merebut kembali tanah tersebut. LBH Makassar menyebut, sejak awal berdirinya pada 1978 silam, pabrik gula di Takalar telah merampas tanah warga. Kondisi seperti ini berlangsung hingga 2024.

Perampasan tanah kata LBH, telah berdampak pada penindasan dan pemiskinan struktural terhadap warga Takalar. Kebun tebu, pokok produksi utama dari pabrik ini berdiri di atas lahan berstatus HGU seluas 6650 hektar. Lahan tersebar di 11 desa dari dua kecamatan. Yakni Kecamatan Polongbangkeng dan Polongbangken Utara.

“Setelah puluhan tahun tanah warga dirampas, barulah perusahaan memiliki legalitas konsesi HGU di tahun 1994 dan 1998. Tahun ini HGU perusahaan sudah habis, inilah momentum agar tanah petani dapat dikembalikan,” tegas Ijul perwakilan GRAMT. 


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Berakhirnya HGU, melegalkan upaya petani kembali merebut tanah mereka untuk dikelola kembali setelah puluhan tahun dikuasai PTPN Takalar. Pernyataan ini diperkuat oleh Muhammad Nur, selaku Staf Seksi Sengketa BPN, “hingga saat ini belum memasukkan permohonan perpanjangan HGU dan telah bersurat ke Komnas HAM perihal hal itu.”

Petani bersama GRAMT menyatakan sikap, menuntut pemerintah dalam hal ini Bupati Takalar tidak memberikan rekomendasi perpanjangan HGU kepada PTPN XIV Takalar, sebelum tanah-tanah warga dikembalikan. Kemudian, mereka juga mendesak BPN tidak menerbitkan sertifikat perpanjangan HGU PTPN Takalar.

Dan terakhir, mereka juga mengultimatum anggota kepolisian dan TNI agar tidak melakukan upaya intimidatif dalam bentuk apapun terhadap warga yang sedang berjuang merebut kembali hak atas tanah. Jalan terjal perjuangan petani Polongbangkeng Takalar akan terus berlanjut hingga mereka merebut kembali tanah yang dirampas.


Sahrul Ramadan

Sahrul Ramadan adalah editor Bollo.id. Mengurus rubrik fokus, berita terbaru, dan ceritaan.

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru

ollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut.
Skip to content