Ingin Merdeka dari Reklamasi

Masyarakat Pulau Lae-lae Kota Makassar menolak reklamasi karena akan menghilangkan wilayah tangkap nelayan.

Masyarakat Pulau Lae-lae
Masyarakat Pulau Lae-lae tolak reklamasi/Istimewa

Makassar, bollo.idAkses ruang bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil kian menyempit, baik sebagai tempat tinggal, ruang hidup, dan wilayah kelola. Hal ini bisa dilihat sepanjang pesisir Makassar, mulai dari wilayah Tanjung Bayang hingga Center Point of Indonesia (CPI).

Kemudian bergeser ke pesisir Ujung Tanah dan Tallo, wilayah tersebut telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan beragam peruntukan, mulai dari properti, pariwisata, pusat perbelanjaan, pelabuhan dan pembangunan lainnya yang dibingkai dalam satu tarikan nafas yaitu “Reklamasi”.

Dalam lautan kenyataan, reklamasi lebih banyak untuk kepentingan bisnis dan mengambil sumber daya bersama (common). Sehingga masyarakat tak memiliki akses untuk menikmati dan memanfaatkannya. Reklamasi hanya memberikan dampak buruk bagi masyarakat pesisir dan pulau pulau kecil.

Dua kasus reklamasi di Kota Makassar adalah contoh nyata, pembangunan CPI dan  reklamasi pesisir Tallo memperlihatkan  bagaimana pembangunan di wilayah  pesisir-laut telah menghilangkan sumber penghidupan masyarakat yang selama ini bergantung hidup dari sumber daya laut. 


Baca juga:“Tolak Reklamasi Pulau Lae-Lae”


“Ini salah satu momen untuk masyarakat Lae-lae merefleksikan perjuangannya selama ini. Bahwa kemerdekaan yang diharapkan Pulau Lae-Lae adalah terbebas dari reklamasi dan berdaulat atas sumber daya alam. rencana reklamasi yang akan merusak dan menghilangkan wilayah tangkap nelayan harus dihentikan,” kata Taufik dari kawal pesisir Pulau Lae-lae, Kota Makassar, Kamis (17/8/2023).

Pulau Lae-lae menjadi incaran selanjutnya untuk direklamasi. Pemerintah Sulawesi Selatan lewat pemberitahuan resminya, menginformasikan akan melakukan reklamasi di sebelah barat Pulau Lae-lae.  Jika rencana reklamasi tidak dihentikan, maka ada 484 nelayan Pulau Lae-lae yang berpotensi hilang sumber kehidupannya.

Jika dirata-ratakan, satu nelayan memiliki empat anggota keluarga, maka akan ada 1.936 orang mendapat dampak buruk dari pembangunan reklamasi ini. Jumlah tersebut belum termasuk keluarga pa’papalimbang, warun/kios, wiraswasta dan pelaku wisata.

Salah satu kebijakan daerah yang melegalisasi privatisasi laut dengan cara reklamasi adalah Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

Kebijakan ini bukan hanya menghilangkan wilayah kelola nelayan dan perempuan, tapi menciptakan konflik sosial yang berkepanjangan antara warga, pemerintah dan perusahaan.

Konflik sosial terjadi, disebabkan perbedaan kepentingan antara keinginan pemerintah, perusahaan swasta dan komunitas nelayan dan perempuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan pesisir dan laut. Selain itu, kegiatan reklamasi ini berpotensi melanggar hak asasi nelayan atas laut. 

Di momentum peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia, warga Lae-lae menyelenggarakan sebuah perayaan sekaligus peringatan kegiatan Island Festival 2023, dengan mengusung tema “Merdeka dari Reklamasi.” 

Kegiatan ini dilakukan selama tiga hari, mulai dari tanggal 16-18 Agustus 2023, dengan berbagai jenis kegiatan, yakni bersih pantai, parade laut, upacara bendera, parade budaya, live mural, parade layang-layang, pasar rakyat, tari pa’dupa dan kontemporer, teater, musikalisasi puisi, instalasi galeri, lomba dan live musik. 


Baca juga: Banjir Makassar Bertahun-tahun: Pemerintah Kota Lupa Belajar dan Warga Sudah Ampun!


Kegiatan ini sebagai  respon warga terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang masih mengakomodir zona reklamasi dan memberikan peluang kepada perusahaan yang melakukan privatisasi laut.

Kegiatan ini juga membawa pesan sederhana, bahwa pemaksaan kebijakan tak boleh dilakukan, termasuk kebijakan reklamasi yang salama ini meminggirkan masyarakat pesisir dan pulau pulau kecil.

“Terima kasih mendukung kami selama ini menolak reklamasi. Semoga reklamasi ini sudah tidak akan berlanjut lagi, mudah-mudahan kita tenang di Pulau Lae-lae dan sejahtera,” tutur Daeng Puji. 

Di momentum hari kemerdekaan ini, warga Lae-lae bersama Koalisi Lawan Reklamasi (KAWAL) Pesisir meminta dengan tegas kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk segera menghentikan pembahasan dokumen Amdal reklamasi di Pulau Lae-lae serta pemerintah pusat tak menerbitkan izin yang melegalkan reklamasi di Pulau Lae-lae.  

“Kami meminta kepada pemerintah provinsi untuk menghentikan privatisasi laut. Warga lae-lae tidak butuh reklamasi, yang mereka butuhkan adalah pengakuan dari pemerintah atas wilayah kelola yang mereka yakini sebagai sumber penghidupan,” tambah Puji.

1 Comment

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Warga Bercerita

Skip to content