Di bawah kepulan asap smelter Huadi di Bantaeng, buruh perempuan bekerja hingga 12 jam sehari tanpa perlindungan reproduksi.
Buruh bersaksi di pengadilan: bekerja tanpa batas waktu, diperintah di luar tugas, dan diancam jika menolak.
SBIPE Bantaeng adalah wadah kolektif untuk memperjuangkan hak-hak buruh yang diabaikan perusahaan. Buruh bekerja bak robot.
Aturan yang diterapkan perusahaan terhadap buruh dianggap berlebihan, tak manusiawi bahkan mengarah pelangggaran Hak Asasi Manusia
Sempat terjadi kebuntuan memicu pengerahan sekitar 120 aparat gabungan dari TNI, Polres Bantaeng, dan Brimob BKO Polda Sulawesi Selatan.
SBIPE menyoroti kesepakatan sebagai bentuk kompromi yang timpang justru melegalkan praktik pelanggaran ketenagakerjaan yang diperjuangkan.
Perusahaan telah mengeksploitasi ketenagakerjaan dengan tidak membayar upah lembur buruh. Buruh bekerja 12 jam, hanya dibayar delapan jam.
Perusahaan "merumahkan" 350 buruh Tahap Dua (T2/PT Wuzhou) tanpa dasar hukum, tanpa dialog, dan tanpa kepastian hak.
"Saya sempat mengeluarkan air mata saat memotret rumah warga yang anak-anaknya sakit akibat debu. Foto-foto dapur dan makanan penuh debu."
Sementara ini, ada 11 buruh yang kehilangan pekerjaan akibat PHK sepihak oleh perusahaan terhitung sejak 3 April 2025
PT Huadi Nickel Alloy memperluas pelabuhan jettynya dengan menggunakan sisa dari hasil peleburan nikel untuk menimbun bibir pantai.
