Komunitas Sahabat Alam (KOSALAM) memperingati Hari Lingkungan Hidup 2024, di Maros Point/KOSALAM
Komunitas Sahabat Alam (KOSALAM) memperingati Hari Lingkungan Hidup 2024, di Maros Point/KOSALAM

Peran Komunitas Merefleksi Bentang Alam Maros-Pangkep

Di Kabupaten Maros, Komunitas Sahabat Alam (KOSALAM) telah menggelar diskusi, membahas makna bentang alam dan jejak peradaban karst.

Bollo.id — Beragam cara diterapkan individu, hingga kelompok masyarakat dalam memperingati momentum Hari Lingkungan Hidup tahun ini, 2024. Di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Komunitas Sahabat Alam (KOSALAM) telah menggelar diskusi, membahas makna bentang alam dan jejak peradaban karst. 

Khususnya di wilayah Maros dan Pangkep. Kegiatan yang dilaksanakan di Maros Point, lingkungan Pacelle, Kecamatan Turikale, Maros, pada Kamis, 6 Juni ini, menghadirkan perwakilan organisasi kepemudaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan warga yang berada di kawasan karst Maros-Pangkep. 

Lembaga sadar lingkungan yang terlibat yakni Bumi Toala Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulsel dan Sulissa Matra Bangsa. Ketua panitia kegiatan, Asril mengatakan, peringatan Hari Lingkungan Hidup ini sebagai sarana untuk memaknai bentang alam karst di Maros dan Pangkep.

“Kegiatan ini adalah sebagai refleksi kita khususnya sebagai orang muda untuk merayakan hari lingkungan hidup untuk dapat memberi makna pada bentang alam di Karst Maros Pangkep,” terang Asril saat memberikan laporan dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Bollo.id.

Sesi kedua dilanjutkan dengan bincang-bincang lingkungan hidup. Narasumbernya adalah Fardi Ali, Slamet Riadi, Muh Nawir, dan Idham Malik. Slamet Riadi mewakili WALHI Sulsel menyampaikan sekaligus menyoroti kondisi tentang ekosistem karst.


Baca juga: Melihat Kehidupan di Balik Gugusan Karst Maros


“Selain ekosistem hutan dan pulau-pulau kecil, Sulawesi Selatan sebenarnya dianugerahi satu ekosistem penting dan unik serta memiliki jasa lingkungan yaitu ekosistem karst,” katanya.

Ia juga menyambungkan kondisi terkini tentang lingkungan yang berada di bentang alam karst Maros-Pangkep. Menurutnya ada sejumlah potensi krusial yang semakin mengancam gugusan karst Maros-Pangkep, kedepan.

“Saat ini ancaman terbesar kawasan karst dulunya itu pertambangan semen seiring perkembangannya ancaman terbesarnya saat ini dalam dua tahun terakhir yaitu infrastruktur rel kereta api dan infrastruktur jalan,” ungkap Slamet.

Fardi Ali, Perwakilan Bumi Toala Indonesia mengatakan, gugusan karst yang berada di Maros dan Pangkep unik. “Kawasan karst Maros-Pangkep juga memiliki keunikan dan kemiripan dengan karst yang ada china,” ucapnya.

“Namun tipikal bentuk muatannya yang berbeda baik secara ekosistem, flora faunanya maupun kultur masyarakatnya,” kata Fardi Ali lagi.

Menurutnya, karst Maros-Pangkep bermuatan pengetahuan yang besar dan juga, secara bersamaan punya ancaman. “Kawasan karst ini, dikatakan pula sebagai museum peradaban yang mengandung muatan pengetahuan masa lalu berupa situs prasejarah seperti lukisan cap tangan, babi rusa, namun rentan oleh ancaman aktivitas pertambangan dan kunjungan massal.”

M Nawir penanggap dalam bincang-bincang itu mengatakan, bahwa persoalan kebijakan lingkungan yang kurang tepat menjadi satu soal di dalam dinamika masalah lingkungan. 

“Kerusakan pada keanekaragaman hayati, pada dasarnya mengancam keberadaan manusia. Misalnya degradasi habitat macaca itu sendiri justru mengancam secara lanskap yang juga manusia didalamnya,” katanya.


Dukung kami

Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Kemudian Idham Malik selaku penanggap kedua, juga menyebutkan tentang dinamika kebijakan perlindungan karst Maros-Pangkep. “Terdapat kekeliruan dalam hal transmisi budaya di masyarakat dan dinamika kebijakan perlindungan karst Maros-Pangkep, sehingga efek kebijakan tidak berjalan efektif”.

Setelah diskusi berakhir, kegiatan dilanjutkan dengan melakukan pengkaryaan yang mengangkat tema konservasi dan kesenian, peserta dan panitia turut dalam pembuatan karya lukis dengan menggunakan media sampah plastik.

Pada malam hari, kegiatan hari lingkungan hidup ditutup dengan nonton bareng film Petaka Kerajaan Kera Putih Bantimurung di Tangan Bissudaeng dan melakukan bincang bersama semua peserta yang terlibat.


Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Warga Bercerita

ollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut.
Skip to content