Anyaman dari daun aren yang dikerjakan Suladin/Aan Zaputra/Bollo.id
Anyaman dari daun aren yang dikerjakan Suladin/Aan Zaputra/Bollo.id

Berbaur, Mendaur, Menganyam Malam

"Soal menganyamnya, kampungku juga daerah menganyam. Tapi bukan penghasilan utamanya. Kalau di kebun biasa ada anyaman dari tikar. Untuk dipakeji, bukan untuk dijual," Suladin.

Bollo.id — Malam itu, saya berkunjung ke Maros Point, tepatnya di Kelurahan Raya, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Sebuah tempat yang menjadi wadah berkumpulnya komunitas-komunitas serta pemuda Desa di Kabupaten Maros. Maros Point ini, juga menjadi program di bawah naungan Toala.id

Saya memang sesekali nongkrong di sini, untuk turut serta urun tenaga dalam penyelenggaraan kegiatan. Kegiatan “Merayakan Bumi 2024” dalam rangka memperingati Hari Bumi pada April lalu, yang mengawali saya terlibat di sini. Saya duduk di salah satu kursi yang disiasati dari drum kecil dari besi di Maros Point. 

Menyesap kopi hitam sembari dibuat penasaran oleh seorang kawan yang tampak memotong-motong daun aren kering yang sudah tergulung rapi, dari Paper Cutter; alat pemotong kertas yang dilengkapi dengan papan ukuran dan pisau di sisi kanan pemotong yang didorong turun, serupa gerakan memompa air sumur. 

Adalah Kak Suladin, yang tampak dengan lihai memotong daun aren menjadi dua bagian, kemudian masing-masing ditaruh di sisi kiri dan kanannya. Katanya, ia berniat membuat buku tulis dengan sampul dari daun aren yang dianyam, sementara kertasnya dari hasil daur ulang. Lantas ia menunjukkan hasilnya. 

Saya dibikin takjub dengan keindahan segepok kertas daur ulang yang terselimuti rapi sampul dari anyaman daun aren kecoklatan. “Sebenarnya ini daun dipakai untuk rokok kalau di kampungku. Awalnya, ada dulu kasika teman di kampung, buku biasaji, sampulnya dari kulit sofa.


Baca juga: Melihat Kehidupan di Balik Gugusan Karst Maros


Dalam hatiku, ‘bisa ini diganti sampulnya, apa bagus dipake?’ Nah pas waktu itu di rumah juga ada tidak dipake rokok. Saya pikir, bisa juga kayaknya ini. Saya suruhmi Adekku. ‘Dek, coba iris dulu’,” ujar Kak Suladin, seusai saya tanya soal awal mulanya ia belajar kerajinan seperti ini, sembari memotong daun aren. 

Kak Suladin berasal dari Desa Wakumoro, Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Daun aren yang tergulung rapi ini, dikirimkan dari Kabupaten Muna. Hasil dari potongan daun oleh Kak Suladin, masih akan dibelah lagi menggunakan pisau cutter untuk kemudian dianyam menyerupai sampul buku. 

“Soal menganyamnya, kampungku juga daerah menganyam. Tapi bukan penghasilan utamanya. Kalau di kebun biasa ada anyaman dari tikar. Untuk dipakeji, bukan untuk dijual.” Sejurus kemudian Kak suladin menyesap kopi di sisi kirinya. 

Memantik rokok yang bertengger di bibirnya lalu melanjutkan aktivitasnya. “Dulu waktu SD. Saya suka bantu mace di kampung bikin anyaman tapisan untuk dijual. Jadi kalau bikinka, dapat lagi uang jajan dari situ. Yang dari bambu itu,” lanjut Kak Suladin. 

Tampak juga tiga orang kawan saya, Mail, Ohong dan Yohanes sedang membantu Kak Suladin menyiapkan sesuatu. Memasukkan kertas bekas ke dalam blender kemudian kertas yang telah dihaluskan tersebut, di masukkan ke dalam baskom berisi air yang hampir penuh. 

Saya memilih melanjutkan pertanyaan lantaran masih penasaran soal mengapa Kak Suladin memilih Kabupaten Maros sebagai tempat proses keseniannya ini, yang kini dibantu oleh kawan-kawan lainnya di bawah naungan Toala.id atau Maros Point. Alih-alih menjual produk yang ia inisiasi ini di kampungnya sendiri. Yang mungkin berpotensi juga menjadi suatu produk kebudayaan. 

“Sebelum di Maros, saya sempat jual dulu ini di kampung. Kemudian di salah satu kampus, di Sulawesi Barat. Kalau di sini, pernah jual di ulang tahunnya Maros, yang ke-63 kalau tidak salah. Di Jakarta juga pernah saya kirim,” aku Suladin.

“Alasan kenapa pada akhirnya saya di Maros, karena semangat dan antusiasnya teman-teman di Maros Point ini. Kedepannya, rencana mau dijual di siniji. Sama di SMA 1 Maros. Tapi, mau diperbaiki dulu pengelolaannya, termasuk pengelolaan uang. Karena sekarang, itu yang menjadi kendala,” Suladin menerangkan. 

Sontak, Kak Suladin beranjak dari kursinya. Mengambil jeda barang sejenak untuk mengajak saya mengamati proses daur ulang kertas yang diolah oleh Ohong, Yohanes dan Mail. Yang menjadi media dalam membentuk kertas ini adalah kayu screen yang lazimnya dipakai untuk menyablon dengan cara manual. 

Screen sablon tersebut dipegang terbalik menghadap sisi depannya, kemudian di rendam ke dalam baskom berisi kertas yang telah dihaluskan dan direndam ke dalam air, sembari digoyang-goyangkan; bermaksud untuk membawa serpihan basah kertas yang mengendap ke atas screen hingga membentuk rapi. Lantas, diangkat lalu digosok di bawah permukaan screen. 


Dukung kami

Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Digosok-gosok dari bawah ke atas, di tiap sisi hingga mengenai seluruh permukaan kertas menggunakan spons atau karet busa yang lazim dipakai untuk mencuci piring. Seusai digosok-gosok, screen yang ditumpuki kertas utuh yang masih basah tersebut ditempelkan di atas permukaan meja yang sengaja dibalut kain, sembari menggosoknya lagi dari bawah ke atas, guna melepaskan dengan utuh kertas tersebut dari screen. 

Screen kemudian diangkat, dan kertas pun menempel utuh pada kain. Saya diberi kesempatan untuk mencoba proses tersebut, dan ternyata tak semudah yang saya bayangkan. Alhasil, ketimbang kertas yang dibuat oleh ketiga kawan saya, punya saya yang paling berantakan, boleh jadi, serupa bibir saya yang pecah-pecah. 

Sembari mengerjakan kertas, sementara lain halnya dengan Kak Suladin yang kembali melanjutkan memotong kertas, sesekali kami sekadar duduk mengobrol sembari menyesap kopi dan merokok. Malam itu, bahkan gigitan nyamuk pun mulai tak terasa lagi.


Editor: Sahrul Ramadan


Aan Zaputra

Perancang grafis lepas dan illustrator

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Warga Bercerita

ollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut.
Skip to content