Bollo.id — Konflik antara manusia dan satwa liar bisa menyebabkan berbagai kerusakan dan kerugian. “Manusia yang dibekali dengan akal dan pikiran harus memahami perilaku satwa liar untuk mengurangi potensi konflik,” tulis Singky Soewadji, Pemerhati Satwa Liar sekaligus Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI), mengawali esainya.
Redaksi Bollo.id, telah mendapatkan izin untuk menerbitkan tulisan ini. Singky mencontohkan, Gajah di Conservation Response Unit (CRU) Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh. Selain sebagai pusat mitigasi konflik gajah, fasilitas ini juga menjadi objek wisata satwa lindung gajah.
Wisatawan Nusantara bisa ikut memandikan gajah di CRU Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh. Selain sebagai pusat mitigasi konflik gajah, fasilitas ini juga menjadi objek wisata satwa lindung Gajah. Konflik antara manusia dan satwa liar, seperti Gajah, masih kerap terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia hingga menyebabkan berbagai kerugian.
Baca juga: Korupsi Menjadi Penyebab Utama Konflik Antara Manusia dengan Satwa Liar di Sumatera
Untuk itu, manusia, khususnya masyarakat lokal, perlu memahami perilaku satwa liar guna mengurangi potensi konflik ini agar dapat hidup berdampingan dalam satu lanskap yang sama. Konflik antara manusia dan satwa liar dapat membahayakan keselamatan.
Konflik ini juga bisa menyebabkan kerusakan sumber daya untuk makan dan papan serta gangguan lainnya. Konflik manusia dan satwa liar dipicu oleh adanya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan perkebunan, lahan pertanian pemukiman dan pembangunan infrastruktur yang berdampak pada hilangnya habitat, pemecahan habitat, dan penurunan kualitas habitat, sehingga pada akhirnya ketiga dampak tersebut dapat mengancam kelestarian.
Setahun belakangan ada puluhan Gajah liar di habitatnya di bunuh. Beberapa bulan belakangan banyak diberitakan Harimau Sumatera menyerang warga. Species Survival Commission Badan Konservasi Dunia, The International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendaftar keberadaan Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatrensis) dan Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) masuk kategori terancam punah.
Dukung kami
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) di habitat diprediksi berjumlah tidak lebih dari 400. Apakah harus dibiarkan punah seperti kerabatnya Harimau Jawa (Panthera Tigris Sondaica) yang tahun 1980 dinyatakan punah, dan Harimau Bali (Panthera Tigris Balica) pada tahun 1940 dinyatakan punah ?
“Kita butuh pemerintahan yang ramah lingkungan dan masyarakat yang peduli.” Hukum harus ditegakkan, Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya harus segera direvisi, karena sudah kadaluwarsa.
“Bubarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pisahkan kembali menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, sehingga tidak terjadi Conflict of Interest.”
Benahi tata ruang, antara hutan, pemukiman dan ladang atau perkebunan. Kembalikan fungsi hutan sebagai habitat satwa liar, agar kita bisa kembali hidup berdampingan. “Kau Peduli, Aku Lestari”.