Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka Jakarta/Amnesty International Indonesia

25 Tahun Tragedi Semanggi I: ‘Pengakuan saja Tidak Cukup’

Dua puluh lima tahun berlalu, keluarga korban Tragedi Semanggi belum dapat keadilan, kendati Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mengakui dan meminta pemerintah untuk memulihkan hak korban.

Bollo.id — Dua puluh lima tahun berlalu, keluarga korban Tragedi Semanggi belum dapat keadilan, kendati Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mengakui dan meminta pemerintah untuk memulihkan hak korban.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid mengatakan peringatan Tragedi Semanggi I ini penting, sebagai momentum menuntut tanggung jawab negara atas kekejaman yang merenggut 17 jiwa dan juga ratusan korban mahasiswa yang menderita luka-luka.

Namun hingga 25 tahun berlalu, negara gagal menegakkan keadilan, menurut Usman. Justru sekarang, katanya, banyak masyarakat melihat kebijakan negara telah “mengkhianati semangat perjuangan mahasiswa yang anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.”

“Hiruk pikuk politik hari ini menunjukkan bukan saja kasus ini tidak diselesaikan, tapi pengorbanan para mahasiswa pun dikhianati,” kata Usman dalam keterangan tertulis yang diterima Bollo.id.


Baca juga: Jokowi Akui Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Indonesia


Karena itu, Usman mendesak negara untuk segera menuntaskan Tragedi Semanggi I dan kejahatan HAM berat lainnya. Sebab, kata dia, pengakuan saja tidak cukup, negara melalui aparat penegak hukum bertanggung jawab mengungkap dan mengadili semua pelaku sesuai Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.

Usman bilang, perjuangan orang tua korban seperti Maria Katarina Sumarsih dalam aksi Kamisan saban pekan, hanya dijawab dengan “pengakuan separuh hari.”

“Bahkan tanpa ada permintaan maaf, pengungkapan fakta yang menyeluruh, dan tanpa ada penuntutan para pelakunya,” kata Usman. “Padahal bukti-buktinya jelas.”


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Tragedi Semanggi I terjadi di Simpang susun Semanggi, Jakarta pada 13 November 1998. Ketika itu, demonstrasi mahasiswa dan masyarakat menolak para pejabat dan politisi era Orde Baru serta menentang dwifungsi ABRI/TNI. 

Sejumlah media dan Tim Relawan untuk Kemanusiaan tentang Tragedi Sidang Istimewa MPR tanggal 10 hingga 13 November 1998 mengungkap, sebanyak 17 orang warga sipil tewas dan 456 lainnya terluka dalam Tragedi Semanggi I.

Setahun kemudian, Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menewaskan 11 orang warga sipil dan 217 orang lainnya terluka.

Sejumlah polisi dan tantara diadili akibat insiden penembakan Tragedi Semanggi I dan II. Namun, banyak pihak mengklaim pengadilan tersebut gagal memenuhi keadilan bagi para korban dan gagal mengungkap dalang di balik penembakan.

Selama ini, keluarga korban menuntut agar Tragedi Semanggi I dan II dapat diproses melalui pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

Permintaan itu belum terpenuhi karena baik Dewan Perwakilan Rakyat, melalui keputusan veto Badan Musyawarah DPR pada 6 Maret 2007 maupun pemerintah melalui pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin saat rapat kerja dengan Komisi III DPR pada 16 Januari 2020 berkilah.

Mereka menganggap bahwa Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat, seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Tetapi, pada 11 Januari 2023, Presiden Joko Widodo mengakui Tragedi Semanggi I dan II masuk dalam 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, sambil menyatakan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa mengesampingkan penyelesaian secara yudisial.


Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru

Skip to content