Pembatalan Ekspor Pasir Laut Tak Sentuh Akar Masalah Ekologis

Perempuan Kodingareng desak pemerintah patuhi putusan Mahkamah Agung/Foto: WALHI Sulsel

Bollo.id — Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan peraturan pemerintah tentang ekspor pasir laut karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Pasal 56 tentang Kelautan.

Namun, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulawesi Selatan (Sulsel) masih menyayangkan bahwa pembatalan ini hanya terbatas pada ekspor, sementara kerusakan ekosistem pesisir tetap berlangsung.

“Meskipun misalnya tambang pasir laut tidak diekspor, itu tetap membuka ruang selebar-lebarnya untuk aktivitas pertambangan,” ujar Koordinator KPA Sulsel, Rizki Anggriana Arimbi, Jumat, 27 Juni 2025.

Rizki menilai, penghentian ekspor pasir laut bukan solusi efektif terhadap kerusakan lingkungan dan masih merugikan masyarakat pesisir. Ia menegaskan bahwa meskipun izin ekspor dibatalkan, praktik tambang pasir secara substansial masih terus berjalan.


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa kebijakan pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil saat ini lebih menguntungkan investasi, pemodal, dan industri perikanan skala besar. Hal ini memicu kerusakan lingkungan, konflik agraria, hingga perampasan ruang hidup—krisis multidimensi yang telah berlangsung selama dua dekade terakhir.

“Apalagi Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah dengan aktivitas maritim yang aktif dan dikenal dengan pelautnya. Tapi kehidupan masyarakat pesisir terganggu oleh tambang pasir laut dan berbagai proyek pembangunan yang menggusur mereka,” tambahnya.

Terpisah, Sarina, seorang perempuan pejuang dari Pulau Kodingareng, Makassar, berharap tidak ada lagi aktivitas pertambangan pasir laut di wilayah tangkap nelayan.

“Wilayah tangkap nelayan sejatinya adalah laut, bukan tambang. Kami berharap tidak ada lagi aktivitas penambangan di Kodingareng,” ucap Sarina, seperti dikutip dari rilis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulsel.

Kepala Divisi Keterlibatan Perempuan WALHI Sulsel, Fadila Abdillah, menyambut baik putusan MA sebagai bentuk keberpihakan pada keadilan ekologis dan pengakuan terhadap peran komunitas pesisir.


Baca juga artikel :


Ia juga menegaskan bahwa perempuan di wilayah pesisir bukan hanya penjaga rumah tangga, tetapi juga aktor penting dalam rantai produksi perikanan dan pengelolaan sumber daya laut secara tradisional.

“Kami berharap ini menjadi pemicu evaluasi menyeluruh yang berdampak terhadap perusakan ekosistem laut,” ujarnya.

Ekspor pasir laut sebelumnya diizinkan oleh Presiden Joko Widodo pada Mei 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. PP ini mengatur pemanfaatan hasil sedimentasi untuk kepentingan pembangunan, yang kemudian menuai pro dan kontra.

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru