Bollo.id — Perempuan berusia 23 tahun, setiap harinya menjalani dua peran yang begitu kontras. Pagi harinya, ia menjadi seorang ibu yang penuh kasih sayang, merawat, dan membesarkan anak-anaknya. Sorenya, ia menjadi pengepul, bergelut dengan beragam jenis sampah untuk modal menyambung hidup.
Sejak lahir, Tika telah tinggal di TPA Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar. Ia, ibunya, dan neneknya juga merupakan warga yang menjadi penduduk di sekitar. Berbagai aroma, jenis, dan truk pengangkut sampah adalah tiga hal yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kesehariannya.
Ibu empat anak itu mengatakan, mengurus buah hatinya saat pagi hari. Bila siang menjelang sore, barulah ia berurusan dengan sampah. Aktivitasnya seperti memilah, mengelompokkan, dan menjual sampahnya ke para penimbang (pembeli sampah yang bisa didaur ulang).
Ia dan dua temannya, yaitu Anti (26) dan Rahma (30) juga melakukan hal yang sama. “Pagi diurus ini bocil-bocil (anak-anaknya). Sore cerita-cerita, sama keluarga, gosip, pikir apa mau dimakan besok,” kata Tika saat ditemui, Kamis, 14 November 2024.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Tika mengumpulkan sampah-sampah yang ada di TPA seperti plastik, botol, dan perangkat elektronik yang mungkin dapat dijual kembali. Setelah menyortir, ia menjual sampahnya. Harganya Rp11.000 per karung.
“Tiap hari (sampahnya) dikumpul pas sore. (Kalau saya) rata-rata 8, kebanyakan gelas plastik. (Kadang juga) mesin cuci rusak dijadikan uang, Rp1.500 yang kita ambil sendiri mesin cuci atau kulkasnya di TPA. Kasur, bantal, sofa, juga dijual untuk mereka daur ulang, Rp2.000-Rp10.000 sesuai ukuran. Kalau hp aktif, tapi rusak itu Rp100.000,” ujarnya.
Tika kadang berhadapan dengan mahasiswa yang meneliti kotoran biologis dari anak-anaknya. Ia terkadang menerima uang terima kasih dari permintaan yang menurutnya unik.
“Ada juga mahasiswa yang minta kuku, ketombe, tai anakku. Untuk tugasnya bede. Dapat ma amplop atau bingkisan sudahnya itu,” terang Tika.
Di tengah keterbatasan hidup, Tika membuktikan mampu bertahan meski bergantung hidup dari aktivitasnya sebagai pengepul. Ia tidak hanya menjadi seorang ibu, tetapi juga bekerja dengan menjadi pengepul sampah di TPA Tamangapa.
Editor: Sahrul Ramadan