Meningkatnya Kemiskinan di Daerah Penghasil Nikel

Luwu Timur adalah daerah penghasil nikel di Sulawesi Selatan. PT Vale Indonesia memiliki lahan konsesi terluas ketimbang perusahaan lain.

Aktivitas tambang nikel PT Vale Indonesia di
Aktivitas tambang nikel PT Vale Indonesia di Sorowako (Lina Herlina)

Makassar, bollo.idKabupaten Luwu Timur merupakan penghasil nikel di Sulawesi Selatan. Sehingga masuk urutan  ketiga penyumbang nikel terbesar di Indonesia.

Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu dalam Satu Pintu (DPM-PTSP) Sulsel mencatat  nikel menjadi salah satu komponen terpenting dalam penghiliran atau hilirisasi baterai kendaraan listrik. 

Sulsel punya peluang investasi yang akan menjadi daerah dengan perkembangan pesat, sehingga memberikan nilai tambah. Nikel yang ada di Luwu Timur memiliki potensi besar yang membuat banyak pihak berminat untuk berinvestasi. 

Adapun target investasi di Tahun 2022 sebesar Rp9 triliun dan realisasinya mencapai Rp14,29 triliun. Industri logam berkontribusi 22 persen terhadap investasi Sulsel.

Di antaranya emas, besi, dan nikel. Dukungan pemerintah juga fokus ke hilirisasi nikel karena nilai jualnya bisa sangat besar. Di mana nikel diolah menjadi stainles steel dan beberapa produk turunannya.

Pemerintah Provinsi Sulsel juga telah banyak melakukan inovasi untuk menggaet para calon investor. Salah satunya dengan kemudahan perizinan melalui OSS RBA (online single submission risk based approach) atau perizinan berusaha berbasis risiko.

Selain itu, pemerintah provinsi menggulirkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi Daerah (PIKID).

Tujuannya, agar para calon investor nantinya mendapatkan keamanan dan kemudahan dalam melakukan penanaman modal di Sulsel. Hilirisasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan Indonesia memiliki cadangan nikel yang sangat melimpah, mencapai miliaran ton. 

Karena itu, Indonesia menjadi negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Walhasil pemerintah ingin menjadi produsen baterai kelas dunia. Itu dimulai dengan menghentikan ekspor bijih nikel dan mendorong investasi penghiliran nikel. Sejumlah proyek pabrik smelter bahan baku baterai pun dibangun. Di antaranya investasi senilai US$6,25 miliar atau sekitar Rp91 triliun yang kini tengah dikembangkan. 

Saat menanggapi upaya pemerintah melakukan hilirisasi, Dinas ESDM Sulsel menyebutkan jika regulasinya menjadi kewenangan pusat. Namun, Pemerintah Provinsi Sulsel tetap memberikan dukungan sesuai dengan kewenangannya.

Tak hanya PT Vale yang bergerak dibidang pertambangan, tetapi ada juga perusahaan lain. Seperti PT Huadi Nikel Alloy, PT Hengsheng New Energy Material Indonesia, dan PT Bumi Mineral Sulawesi.

Menurut Kepala Seksi Pembinaan, Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja Dinas Ketenagakerjaan Sulsel Elvira Jayanti, tenaga kerja dalam negerinya sudah dominan.

“Dari empat perusahaan ini, PT Hangseng yang tenaga kerja dalam negerinya baru 72 persen, yang lain sudah di atas 90 persen,” sebut Vira.

PT Huadi Nikel Alloy menyerap 1.991 tenaga kerja, terdiri dari 1.837 (92,26 persen) orang tenaga kerja dalam negeri (TKDN), dan 154 tenaga kerja asing (TKA) atau sekitar 7,73 persen.

PT Vale Indonesia menyerap 2.962 tenaga kerja, terdiri dari 2.957 atau 99,83 persen TKDN dan 5 orang atau 0,17 persen TKA. Lalu PT Hengsheng New Energy Material Indonesia, menyerap 176 tenaga kerja, terdiri dari 135 orang atau 76,7% persen dan 41 orang atau 23,3 persen.

Kemudian PT Bumi Mineral Sulawesi menyerap tenaga kerja sebanyak 886 orang, terdiri dari 863 orang atau 97,40 persen, dan 23 orang atau 2,6 persen TKA.

Hanya saja, hilirisasi nikel, harusnya bisa membangkitkan ekonomi lokal, tapi kenyataannya, hilirasi nikel sekarang ini disebut gagal lantaran penduduk miskin di daerah penghasil nikel itu malah meningkat.

Dari data yang ada, angka kemiskinan di Sulsel misalnya pada September 2022, ada 8,66 persen. Naik 0,04 persen pada Maret 2023 jadi 8,70 persen.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, Hamid Paddu menjelaskan daerah penghasil nikel tidak meningkat perekonomiannya lantaran tidak ada keterkaitan perdagangan nikel dengan ekonomi skala menengah ke bawah.

Jadi, meski dampak pertumbuhan ekonomi bagus bagi daerah, tetapi kemiskinan tetap ada.

“Kecuali, disentra-sentra penghasil nikel itu, muncul tambahan hotel, tenaga kerja, kemudian akomodasi, transportasi dengan memanfaatkan orang lokal,” ucap Hamid. “Tapi itu juga tidak bisa secara langsung,” tambahnya.

Menurutnya, dalam pengertian pasar dan kegiatan-kegiatan unit usaha, masyarakat sekitar tambang tidak tersentuh. Perputarannya, dan dampaknya hanya ke atas, tidak menyentuh masyarakat bawah

“Seharusnya, jika ada industri yang dibangun, industri apapun itu, yang menggunakan bahan nikel misalnya diubah menjadi apa. Ketika industri itu dibangun, maka industri itu harusnya bisa membangun usaha-usaha yang terkait,” tuturnya.


Baca juga : Video: Nestapa Nelayan di Tengah Gempuran Tambang Nikel #CatatanLapangan


Selama ini, lanjut Hamid, perusahaan tambang telah menyiapkan semua tenaga kerja, kamar, dan makanan. Sehingga tidak berkaitan langsung dengan daerah itu.

Terlebih jika yang direkrut adalah tenaga kerja dari luar, setelah dapat uang dan cuti, mereka pulang ke daerah masing-masing. Jadi, uang yang mereka hasilkan, tidak dibelanjakan di tempat kerjanya, tetapi dikonsumsi di daerah masing-masing. 

Guru Besar Ilmu Keuangan Negara dan Ekonomi Publik ini mengatakan masih adanya ketidakpastian berinvestasi diberbagai daerah, sehingga hilirisasinya tidak berjalan maksimal.

“Karena jika di daerah tambang itu, pasti lokasinya hanya digali, digali dan digali, tidak mungkin ada mal, yang jadi tempat uang berputar,” tukas Hamid.

Meski demikian, dia mengakui, bahwa kebijakan hilirisasi dari segi kebijakan adalah sebuah strategi untuk pengembangan Indonesia melalui industri. Sebab komoditasnya melimpah, dan hilirisasi sebagai bentuk atau cara menjaga sumber daya yang ada.

Karena hilirisaai tidak hanya sampai pada membangun smelter saja, tetapi melahirkan barang baru. Ada industri ikutan yang lahir untuk jangka menengah dan panjang.

“Yang pasti, semua butuh waktu dan proses, yang cukup panjang. Kemudian butuh infrastruktur. Di setiap daerah, baik aksesibilitas, harus juga ada peraturan yang mendorong proses hilirisasi dengan baik. Undang-undang atau peraturannya harus diperbaiki,” kata Hamid.

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru

ollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut.
Skip to content