Jaja si ayam tampil dengan ekspresi polos dan ceria. Sambil menunjuk ke arah tertentu, ia seolah sedang menghitung satu per satu pohon yang tumbuh di tanah lapang/Foto: Ahmad Amri Aliyyi/Festival Kala Monolog 2025
Tiga pertunjukan monolog perempuan menghadirkan refleksi tentang tubuh, ruang, dan kesadaran ekologis di tengah kota yang retak. Tubuh menjadi bahasa untuk membaca ulang kota.
Makassar tidak bisa diselamatkan hanya melalui pembangunan. Kota ini hanya bisa dihidupkan kembali jika luka-lukanya dibuka, dipertontonkan, dan dibicarakan.
Matalantas merupakan gabungan kata “mata” (indra penglihatan) dan “lantas” (lalu lintas), menyiratkan metafora kompleks tentang relasi masyarakat dan pemerintah