Bollo.id — Membicarakan soal seni dan media sebenarnya sudah tidak lazim lagi di telinga Makassar, meskipun untuk beberapa orang masih asing mendengarnya. Kota ini sudah pernah menampilkan beberapa pertunjukan silang media, misalnya.
Namun, sepertinya kehadiran Festival Komunitas Seni Media (FKSM) di Benteng Ujung Pandang atau Fort Rotterdam, berhasil menyemarakkan seni dan media ke seluruh titik Kota Daeng. Empat hari saya menjelajahi FKSM, memulainya dengan gedung I hingga terakhir ke gedung K. Gelaran FKSM berlangsung selama tujuh hari, sejak 3 hingga 9 November 2024.
Mendengarkan seruan bahaya dari mitos buaya putih Tallo, melihat I Lagaligo dengan nuansa modern, menjelajahi labirin bayangan, hingga melibatkan diri dalam perform gerak-gerik.
Semuanya menyajikan pertunjukan yang apik dan ciamik. Namun, satu yang membuat saya terkesima adalah instalasi karya seni Helaehili No yang dibuat oleh pelaku seni dari Papua dan Makassar: Markus Rumbino, Dicky Takndare, dan Patrick Hartono, bersama seniman partisipan Brian Suebu, George Deda, Jenita Hilapok, dan Robert Fiobetauw.
Instalasi multimedia ini terinspirasi dari tradisi Helaehili: sebuah lantunan yang biasa dinyanyikan oleh tetua adat pada acara-acara penting yang menceritakan riwayat sosok tertentu.
Berdiri di tengah ruangan bak menara dengan dayung di bagian paling atas sebagai puncak menara, ketiga seniman ini rupanya meredefinisikan Helaehili dengan menyuarakan konflik yang terjadi di tanah Sentani, Jayapura.
Dibalut dengan konsep “para-para”, yaitu tempat berkumpulnya masyarakat adat untuk membahas isu atau sekadar bercengkerama, karya Helaehili No secara spesifik menggambarkan kondisi Sentani saat ini: beroperasinya tambang ilegal, perburuan satwa endemik, dan kerusakan-kerusakan lainnya.
Sebut saja banjir bandang yang terjadi pada 16 Maret 2019. Dilansir dari Antara News Papua, banjir bandang itu menyebabkan korban lebih dari 70 orang, puluhan orang hilang, dan warga mengalami kerugian harta dan benda.
Direktur Walhi Papua, Ais Rumbekwan mengatakan, banjir bandang yang terjadi bukanlah peristiwa alam biasa, melainkan diduga adanya pihak yang tanpa sadar bahkan sengaja mengabaikan lingkungan dengan alih fungsi lahan dan pembalakan untuk berbagai kepentingan.
“Ini ditandai dengan jumlah dan jenis kayu yang terbawa banjir, juga dugaan lain hilangnya tutupan pohon di wilayah Cagar Alam Cyclops,” kata Ais dikutip dari Antara News Papua.
Sebagai kawasan Cagar Alam (CA), Cyclops diresmikan pada tahun 1978 melalui SK No.56/Kpts/Um/I/1978 dan dikukuhkan pada tahun 1987 lewat SK No.365/Kpts-II/1987) yang mencakup wilayah seluas 22.500 hektar.
Di tahun 2012, CA bertambah luasannya menjadi 31.479,89 lewat SK Menhut nomor 782/MenHut-II/2012. Dilansir dari Mongabay.co.id, Richard Kalilago, Community Outreach and Sustainable Development USAID LESTARI program Papua mengatakan, Cyclops merupakan sumber air bersih bagi seluruh warga yang ada di Kota Jayapura maupun di sebagian besar wilayah Kabupaten Jayapura.
Namun, berdasarkan cermatan WWF-Papua, kawasan kritis di CA Cyclops diperkirakan mencapai sekitar 1000 hektare, dan banyak terjadi di kawasan penyangga (buffer zone).
Untuk melihat berbagai konflik yang terjadi di Sentani hari ini, para seniman asal Papua ini melibatkan anak-anak dari Sanggar Nafas Danau Sentani sebagai simbol generasi ke generasi. Penggambaran ini ditayangkan melalui medium audio dan visual multimedia dengan memanfaatkan layar TV sebesar 19 inch sebanyak lima unit memutari menara.
“Anak kecil itu hidup di konteks kehidupan generasi hari ini dan kemudian dia punya satu perjalanan hidup masih panjang di kemudian hari, maka ini menjadi simbol konteks hari ini,” jelas Markus saat dihubungi jurnalis Bollo.id, 17 November 2024.
Diiringi bunyi-bunyi alam yang didendangkan melalui speaker, saya merotasi Helaehili No sambil membayangkan menjadi anak-anak Sentani. Saya berusaha menjadi generasi yang melihat perubahan Sentani dalam konteks hari ini dan hari-hari berikutnya.
Mungkin lima atau 10 tahun ke depan Sentani akan banyak mengalami perubahan. Entah itu menjadi perubahan positif atau justru negatif. Namun, jangan berharap bahwa kamu akan melihat kerusakan itu dengan visualisasi yang rapi dan jernih seperti visualisasi pada umumnya.
Markus, Dicky, dan Patrick justru menampilkannya dengan visualisasi acak untuk menekankan kekacauan-kekacauan itu. Mereka benar-benar serius dan tegas menyuarakan bahwa generasi hari ini hidup di situasi yang tidak baik-baik saja.
Markus bilang, mempertahankan situasi itu kemungkinan akan mengakibatkan anak-anak Sentani tidak akan memiliki pegangan atau tidak mengakar lagi kepada kebudayaannya, kepada tanahnya, dan kepada sumber daya alam yang dimiliki karena semuanya sudah rusak dan hilang.
Sekali lagi, semuanya sudah rusak dan hilang. “Jadi dia seperti kehilangan identitas jati dirinya,” lugas Markus. Ingat, saya tadi memutari instalasi ini ‘kan? Betul, karena Markus meramu TV dan speakernya dengan memutari menara-saya sebutnya demikian.
Seniman asal Papua ini merekonstruksi pakem pertunjukan dengan berkiblat pada filosofi masyarakat Sentani, yaitu dengan memberikan hak kepada pengunjung untuk menavigasi dirinya sendiri.
Jadi, kamu tidak hanya bisa menikmati satu posisi, tetapi leluasa menentukan arahmu sendiri, mau berada di tengah, samping, ujung, depan, atau pun belakang. Itulah sebabnya, puncak menara ini adalah dayung yang tentu didatangkan langsung dari Sentani.
Markus bilang, saat berlayar, masyarakat Sentani-dan pelaut di seluruh Nusantara-akan memilih mendayung ke arah mana agar tidak lelah melawan arus angin.
“Kita mengharapkan atau menginginkan orang tidak lagi menyenterkan dirinya atau memposisikan dirinya hanya pada satu posisi, tetapi dia menavigasi dirinya agar bisa menikmati karya Helaehili No itu,” Markus menyudahi.
Pada Kamis, 28 November 2024, Pukul 15.15 Wita, kami menambahkan nama-nama seniman partisipan di paragraf keempat. Kami memohon maaf kepada publik, terutama kepada para seniman yang terlibat dalam pengkaryaan ini.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Editor: Sahrul Ramadan