Areal persawahan warga sekitar 2 ha, tercemar minyak Marine fuel oil (MFO) yang bocor milik PT Vale Indonesia di Desa Lioka Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Areal persawahan warga sekitar 2 ha, tercemar minyak Marine fuel oil (MFO) yang bocor milik PT Vale Indonesia di desa Lioka Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Pesta Panen Terakhir di Molindowe

Pada 22 Agustus 2025, Jumat pagi hingga jelang petang, petani di Dusun Molindowe, Desa Lioka bekerja menanam padi. Bulir padi yang telah dipilih sebagai benih unggul disemai menggunakan pipa paralon yang telah dilubangi dengan jarak tertentu dan di ujungnya menggunakan roda sepeda.

Bagai permainan, batang pipa yang melintang akan ditarik dengan kecepatan tertentu dan benih akan jatuh dengan rapi. Setelah proses itu selesai, petani-petani yang lebih muda mengasoh dan bersendagurau.

Lioka adalah kampung tua yang berada di Kecamatan Towuti, Luwu Timur. Satu tempat yang udaranya masih sejuk, karena bentangan Bukit Malindowe yang puncaknya dicatat oleh organisasi pemuda setempat setinggi 942 meter di atas permukaan laut. Bukit yang masih diselimuti kanopi yang rapat.

Setelah mereka saling membantu menanam padi hingga jelang sore, para petani muda yang telah kelelahan menghabiskan malam di samping rumah sawah milik Jaya. Mereka meneguk tuak dari sari aren yang hangat. Dan jika makin larut, gelas-gelas akan semakin cepat kosong dan terisi kembali.

Hingga sekitar pukul 24.00 Wita, petani-petani itu membubarkan diri. Jaya dan Melsy (istrinya), tak pulang ke kampung di rumah utamanya. Di Sulawesi Selatan, rumah yang berada di areal pertanian bukanlah rumah utama, sebesar apa pun bangunannya. Orang-orang menyebutnya rumah sawah jika di sawah, dan rumah kebun jika berada di kebun.

Jelang pukul 06.00, Melsy terbangun dan menuju tempat penampungan air yang dialirkan melalui pipa besi dari saluran irigasi. Suasana masih remang, ketika dia pelan-pelan menapaki tangga. Tapi betapa terkejutnya, ketika menggapai gayung dan tangannya sudah dipenuhi cairan berminyak. Dia lalu membangunkan Jaya dan bersama memeriksanya.

Pagi, Sabtu 23 Agustus 2025 itu, suasana menjadi ramai. Warga berkumpul. Mereka bersama melihat saluran irigasi yang sudah dipenuhi minyak hitam pekat. Minyak itu jenis Marine Fuel Oil (MFO), minyak yang digunakan di pabrik untuk pemurnian nikel PT Vale Indonesia.

Minyak itu bermula dari tangki tampungan di stasiun Mangkasa Point di wilayah Lampia, Kecamatan Malili, kemudian disalurkan sepanjang 70 kilometer menuju pabrik di Sorowako, Kecamatan Nuha. Penyaluran minyak ini menggunakan pipa berukuran 12 inci dengan ketebalan 8,74 mm.

Tekanan pipa minyak ini mencapai 2000 PSI (Pound-Force per Square Inch) atau sebesar 137 bar. Sebagai gambaran, aliran penyemprotan selang pada mobil pemadam kebakaran yang dapat dikendalikan oleh orang-orang terlatih hanya berkisar antara 6–10 bar.

Saluran pipa minyak terpasang pada akhir dekade 1970-an. Sementara produksi pertama PT Vale tahun 1979. Patok saluran pipa minyak perusahaan ini dengan mudah dijumpai di sepanjang jalan Malili menuju Sorowako karena berada di sisi jalan utama dengan patok beton berwarna kuning.

Jalur pipa ini kemudian berbelok sebelum Kampung Balambano, lalu menerobos hutan. Pipa itu akan muncul kembali di sekitaran wilayah Tabarano, kemudian menuju Lioka, lalu menerobos pertigaan gerbang Kecamatan Towuti dan selanjutnya menuju Gunung Hasan dan berakhir di pabrik.

Pada masa lalu Tabarano dan Lioka merupakan jalur utama lalu lintas warga. Tabarano menjadi pusat pendidikan warga, tempat bermukim kepala distrik hingga hiburan. Jaraknya dari Lioka saat ini menggunakan motor tak sampai 15 menit.

Ali Bastian (70 tahun), seorang tetua masyarakat Lioka, mengibaratkan kampungnya bagai wilayah mati yang tak dipedulikan. “Ada tower listrik dari PLTA perusahaan melintang di kampung. Ada pipa minyak di pinggiran desa, semuanya adalah fasilitas inti perusahaan. Tapi hanya lewat saja,” katanya.

Ali Bastian menyandarkan punggungnya di kursi plastik di ruangan dapurnya. Di depannya, Elni Merlin (40 tahun), anak perempuannya yang sedang memasuki usia kehamilan 3 bulan. Dia mengingat dengan pelan bagaimana perusahaan membangun konstruksi jalur pipa itu. “Ini sudah dua kali bocor. Yang pertama sekitar tahun 2010,” katanya.

Sejak kebocoran awal itu, Ali Bastian mulai menerka jika bentangan pipa di dekat permukiman ternyata berisiko. Tapi orang-orang perusahaan selalu meyakinkannya bahwa pipa itu mendapatkan perawatan yang baik dengan kontrol yang memadai.

Di sisi jalur pipa, ada jalan yang digunakan petugas dalam waktu tertentu untuk melakukan pemantauan. Tapi nahas, pemeriksaan malam sepertinya tidak ada. Dan kebocoran pipa pada Sabtu itu telah menggenangi petakan sawah warga di Lioka.

Padungku Terakhir

Kamis, 7 Agustus 2025. Warga Dusun Molindowe, Desa Lioka, sedang merayakan sukacita. Mereka melakukan syukuran dan menggelar padungku (pesta panen). Semua orang bergembira karena usai panen. Ini adalah panen kedua dan persiapan untuk pengolahan yang ketiga.

Area persawahan itu tak diolah warga sejak tahun 2010 setelah tumpahan minyak dari pipa, selain karena saluran irigasinya juga rusak. Namun, tahun 2023 warga mulai bergotong royong untuk kembali mengolah lahan. Secara bersama dan saling membantu, mereka menebang pohon dan membersihkan rumput. Pematang sawah kembali dibuat kokoh. “Makan dari hasil tanah sendiri itu sangat nikmat,” kata Elni.

Sekarang, kata Elni, semua akan kembali menjadi kenangan. Rasanya menjadi sesak. “Perusahaan akan mengganti rugi, benar. Tapi uang akan selalu habis berapa banyak pun,” lanjutnya.

Elni juga bekerja sebagai sekretaris Desa Lioka. Dia menjadi bagian tim koordinasi untuk menjembatani keinginan masyarakat, Pemerintah Daerah, serta perusahaan. Apa yang terbaik, Elni masih kebingungan. Tapi dia menginginkan lahan pertanian warga dengan secepatnya dapat kembali digarap dan ditanami.

Tapi berapa lama lahan akan kembali pulih? Elni bilang, dia belum pernah mendapatkan informasi. Fakta lapangannya, perusahaan sedang fokus membersihkan saluran air dan belum menyentuh area persawahan yang dipenuhi minyak.

Pekerjaan pembersihan itu melibatkan sebanyak 60 warga. Setiap hari, mereka berkumpul di satu titik utama di jembatan desa sebagai camp sementara. Warga yang menjadi tenaga lokal mendapatkan upah sebesar Rp300 ribu per tujuh jam kerja. Pekerjaan pembersihan dilakukan 24 jam dengan tiga shift dalam sehari.

Ishak (40 tahun), seorang petani dan warga Molindowe yang menjadi tenaga lokal, mengatakan upah itu cukup baik sebab makanan ditanggung oleh perusahaan. Pada siang hari, ketika saya menjumpainya di bendungan irigasi—tempat pertemuan dua sungai yang bersumber dari Bukit Molindowe dan Sungai Asuli menjadi Koromosilu—dia sedang duduk santai.

Air dari aliran Sungai Asuli tidak terkontaminasi minyak. Tapi minyak itu kemudian bersatu ke badan Sungai Koromosilu. Dari aliran besar inilah minyak berbelok di pintu pengairan menuju area pertanian di Dusun Molindowe, lalu terus mengalir ke sungai yang melintasi Desa Baruga, Matompi, hingga ke muara di Danau Towuti.

Dari titik awal tumpahan minyak hingga ke muara sungai di Danau Towuti jaraknya sekitar 10,8 km. Ishak bersama rekannya membuat bendungan kecil di ujung pertemuan sungai, lalu mengalirkan aliran yang terkontaminasi minyak hanya untuk ke saluran irigasi. Tapi di ujung lain aliran itu, sebelum perbatasan Desa Lioka dan Baruga, aliran irigasi akan kembali bertemu menuju badan Sungai Koromosilu.

Kini sekitar sejam berikutnya, jadwal kerjanya akan berakhir. Di hadapannya ada beberapa bungkus makanan dari kertas karton cokelat telah tersedia. “Makan ditanggung. Bukan hanya warga yang kerja, tapi juga ditanggung keluarga di rumah,” katanya.

Di area persawahan itu, Ishak punya lahan seluas 1 ha tapi baru mengolah seluas 80 are. Dari luasan itu dia bisa mendapatkan 80 karung gabah ukuran 50 kg. “Sekarang mau bagaimana lagi, sawah sudah ditanami. Sudah waktunya untuk semprot racun rumput. Tapi sudah tidak bisa,” katanya.

“Kalau sudah semprot rumput, dimasukkan air biar padi tidak terbakar dan mati. Nah sekarang mau masukkan air bagaimana, irigasi penuh minyak.”

Di Dusun Molindowe, para petani mulai khawatir. Hasil panen sebagian besar sudah dijual dan sisanya disimpan untuk makan hingga panen berikutnya. Hitungannya sederhana, usia panen padi itu sekitar 90 hari. Jadi persiapan beras warga hanya cukup hingga November.

Di ruang dapur itu, Elni menunjuk tumpukan gabah di pojok ruangan. “Mungkin ini hanya akan bertahan hingga dua bulan lebih,” katanya. Di rumah itu, Elni tinggal bersama tujuh orang lainnya. Elni lalu duduk dan menghela napas. “Sudah jelas warga kampung akan kembali beli beras sampai beberapa tahun ke depan. Itu masa yang sulit,” katanya.

Petaka Minyak

Senin, 25 Agustus 2025, jelang petang. Febianus (10 tahun) dan Stefanus (10 tahun), serta empat kawan lainnya, bermain di antara para pekerja di sekitar camp jembatan yang dipenuhi minyak. “Sudah tidak ada lagi tempat kita mandi e,” kata Febianus. “Iyo. Enak mandi di situ berenang-berenang,” tambah Stefanus.

Anak-anak kecil menjadikan aliran sungai irigasi itu sebagai tempat bermain paling membahagiakan. Selepas jam sekolah, mereka selalu menghabiskan waktu di sana. “Ada udang juga toh. Saya biasa tangkap terus makan, manis,” lanjut Febianus.

Mereka kemudian berlari tanpa menggunakan sandal. Dua anak itu melihat pekerja merapikan oil boom berbentuk sosis, yang digunakan perusahaan sebagai pertolongan pertama untuk meminimalisir minyak di permukaan air sebelum disedot ke penampungan.

Di wadah penampungan, minyak itu terlihat hitam pekat. Sementara di sisi lain, mobil tangki terus bersiaga. Pemantauan sepanjang aliran sungai itu mencapai 13 titik. Hingga Rabu, 27 Agustus 2025, minyak yang sudah disedot mencapai 90.000 liter.

Aliran Sungai Koromosilu digunakan petani dari Kampung Molindowe, Desa Lioka, sebagai hulu sungai, kemudian mengalir ke Desa Baruga, Desa Matompi, hingga Desa Timampu, lalu masuk ke Danau Towuti. Tapi tumpahan minyak yang mengalir di badan sungai itu tak memasuki area persawahan di dataran rendah bagian bawah Kampung Molindowe, sebab petani telah selesai menggarap lahan dan sedang panen.

Dalam siklus pengolahan lahan pertanian, ketika padi sudah mulai menguning, aliran air dari irigasi akan ditutup. Selanjutnya saat mengolah lahan, air akan dimasukkan ke petakan sawah untuk pembajakan atau traktor. Saat penanaman, air yang dimasukkan ke petak sawah berkurang. Dan saat padi berusia sekitar 7 hari dan mulai bertunas, air kembali dimasukkan.

Saat padi berusia dua hingga tiga minggu, petani akan melakukan penyemprotan dan pemupukan, lalu kembali menggenangi padi dengan air. “Ini (sambil menunjuk tanaman padinya yang berusia tiga minggu) akan dipupuk. Tapi sudah tidak bisa, karena setelah itu harus digenangi air, biar padi tidak hangus dan mati,” kata Dewa Bantoto (23 tahun).

Dewa adalah bapak dua anak. Dia anak muda yang bangga dengan tradisi pertaniannya. “Jadi air untuk pertanian itu adalah intinya. Nah ini ada air, tapi penuh minyak. Tidak mungkin pakai itu,” lanjutnya.

Luas area pertanian di Dusun Molindowe sekitar 38 ha. Jika dilihat secara kasat mata, hanya ada beberapa petak yang dipenuhi minyak hitam. Tapi sawah yang tak terkena imbas minyak belum tentu selamat. “Jadi ini padi kita akan biarkan saja tumbuh. Mana yang lebih kuat, rumput atau padi nantinya. Tapi kalau ada buahnya, apakah juga aman untuk dimakan,” kata Dewa.


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Sementara itu perusahaan telah membagi klaster wilayah terdampak: rusak berat, sedang, dan ringan. Budiawansyah, Chief of Sustainability and Corporate Affairs Officer PT Vale, mengatakan telah melihat langsung dampak kebocoran minyak perusahaan. Dia memperkirakan hanya ada beberapa petakan sawah yang terdampak langsung dan berat dengan luas sekitar 6 ha.

“Inilah yang kita harus hati-hati. Kalau ada ganti rugi, bukan berarti sawah yang lain itu tidak terdampak berat. Ini semua sudah selesai, sudah tidak bisa lagi dipanen dan diolah,” kata Armando (38 tahun).

Armando punya lahan sawah seluas 1,5 ha. Petak sawahnya seluas 40 are sudah menghitam karena minyak. Pada malam kejadian itu, dia membuka saluran irigasi di pematang sawahnya agar besok dapat ditraktor dengan mudah.

Tapi sialnya, pada Sabtu pagi, petaka terjadi. Hatinya dongkol dan sangat marah. Dia menyentuh minyak yang begitu kental dan lengket itu. Lalu bersama warga menelusuri jaringan pipa dan menemukan sumber kebocoran itu di area menanjak, tepat di atas saluran irigasi pertanian.

“Itu pagi kejadian, baunya wahhh… bau sekali,” kata Armando. “Kau bisa pusing.”

Armando tak bisa lupa pertama kali menyaksikan jalan lebar yang dijadikan perusahaan sebagai jalur patroli jaringan pipa, telah penuh dengan minyak hitam. “Jangankan motor, jalan kaki saja licin,” katanya.

Bagaimana Memulihkan Lahan

Tiga pria itu duduk di bangku kayu tanpa sandaran. Mereka adalah petani muda dari Molindowe. Terdapat dua meja di hadapan mereka, salah satunya terbuat dari ban mobil yang ditutup tatakan tripleks. Petakan sawah di sampingnya memperlihatkan bulir padi yang baru disemai seminggu sebelumnya.

Tunas kecil yang hijau dan rapuh itu seperti mengintip dan berusaha tumbuh. Sementara kulit padi berwarna cokelat muda pun belum terlepas. Bagi para petani, melihat bulir tumbuh itu seperti dorongan napas dan semangat yang membangkitkan kekuatan.

Bulir kecil yang membutuhkan perawatan tiap saat. Tapi hati mereka tiba-tiba luruh ketika menghadapi kenyataan dengan tumpahan minyak. “Satu bulan, dua bulan, atau berapa tahun, tidak tahu kapan ini bisa bersih semuanya,” kata Dimi Rihan Wuala (38 tahun).

Menjelang petang, petani muda di rumah sawah Jaya terus bertambah. Mereka saling bercerita dan nyerocos dengan beragam pendapat. Erick, yang keluarganya punya penggilingan padi, juga melampiaskan emosinya. “Semua orang terdampak di dusun ini. Orang yang tak punya sawah juga mengandalkan pendapatan dari sawah ini sekarang,” katanya.

“Kalau panen dia bekerja membantu. Bayarannya adalah padi itu. Yang punya traktor juga begitu. Yang punya penggilingan juga begitu. Sekarang semua mati. Semua akan diam lagi,” lanjutnya.

Bagi kelompok petani muda itu, mereka akhirnya bertanya-tanya. Pipa minyak yang menjadi objek vital perusahaan telah melintasi kampungnya puluhan tahun, tapi tak bisa lagi sepenuhnya dipercaya aman. Kejadiannya sudah berulang.

Menurut penanda jalur pipa berwarna kuning, kebocoran terjadi di antara jarak 39.900 hingga 40.000. Pipa tertanam sekitar dua meter. Seorang pekerja yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan lubang bocornya sebesar kepalan tangan bayi. Rembesan kecil dari sekitar lubang utama juga terjadi.

Dia bilang, upaya pertama adalah membuka pipa dan melakukan teknik clamp. Metode ini biasanya dilakukan untuk sementara. 

“Tapi apakah sementara atau tidak, saya tidak tahu selanjutnya,” katanya. Ali Bastian ingat betul saat kejadian tahun 2010. Dia menyaksikan perbaikan pipa bocor dengan saksama. Lubangnya saat itu seukuran kelingking anak kecil. “Itu hanya ditambal dan dilas keliling. Tidak ada penggantian pipa,” katanya.

“Waktu pipa itu bocor kemarin, saya pikir itu lagi. Karena tahun 2010 itu yang bocor di bagian bawahnya sedikit ya daerah-daerah itu juga.”

Kebocoran tahun 2010, kata Budiawansyah, Chief of Sustainability and Corporate Affairs Officer PT Vale, salah satu penyebabnya karena pergerakan tanah yang membuat pipa tertekan. Tapi kebocoran pada 23 Agustus 2025 masih dalam proses investigasi.

Bagi Budiawansyah, kebocoran pipa minyak ini adalah krisis. Untuk itu mereka melibatkan lembaga Disaster Risk Reduction Center Universitas Indonesia (DRRC UI) yang disebutnya para ahli dalam melihat dampak tumpahan minyak. “Kalau dari kita bisa katakan mungkin 1 atau 2 tahun (untuk pemulihan lahan kembali). Tapi itu juga perkiraan. Makanya kita butuh ahli untuk melihat itu,” katanya.

Pipa minyak ini berukuran 12 inci dengan ketebalan 8,74 mm, terpasang sejak 1978, yang berarti sudah berumur 47 tahun. Tapi Budiawansyah yakin perusahaan telah melakukan pemantauan dan inspeksi berkala dengan metode intelligent pigging dan uji non-destruktif untuk menilai integritas pipa.

Pada wilayah tertentu, perusahaan memasang papan pengumuman dengan huruf kapital:

JALUR MINYAK BERTEKANAN TINGGI
(2000 PSI)
DILARANG MELAKUKAN KEGIATAN PENGGALIAN ATAU MEMBUKA LAHAN
DI SEPANJANG DAERAH JALUR PIPA MILIK PT VALE TBK

“Maka kondisi integrity pipa masih dinyatakan layak beroperasi. Hal ini terlihat dari tes pigging intelligence 85% masih acceptance dari standar 70%,” katanya.

“Dan yang dititik sekarang kita harus menunggu hasil keputusan tim. Tapi tidak ada dalam rumus PT Vale itu untuk menghemat-hemat, atau menghindari biaya keselamatan. Jadi tidak ada efisiensi,” lanjutnya.

Kesehatan dan ekosistem, kata Budiawansyah, baik untuk manusia maupun flora dan fauna merupakan hal mutlak yang harus dijaga. “Yang konkret sekarang adalah tim kami berjalan. Mengidentifikasi burung atau tanaman. Dan fauna sampai sekarang belum ada laporan. Ikan juga belum ada,” katanya.

Namun sehari sebelum pertemuan saya dengan Budiawansyah itu, Armando menapak pematang dan menunjukkan sawahnya. Dia lalu berhenti sejenak di pinggiran petak kecil kolam yang dijadikan warga untuk memelihara ikan mas. Satu ekor ikan sebesar telapak tangannya sudah mulai berenang terbalik dan mengambang.

Armando dengan sigap menangkapnya, kemudian bersama kawannya bercanda. Jika ikan itu cukup digoreng langsung di wajan tanpa menggunakan minyak, sebab di dalam perut dan badannya sudah ada minyak perusahaan.

Sementara itu di sudut petak sawah Dewa, seekor burung belibis telah mati dipenuhi minyak. Tak ada lalat yang menghinggapinya. Lalu pada hari selanjutnya, para petani kembali menemukan belibis lainnya mati dengan keadaan yang sama. Pun seekor bangau bernasib serupa, sudah tak bisa terbang sebab seluruh tubuh dan bulunya dipenuhi minyak hitam.

Pada 9 September 2025, dua pekan setelah minyak tumpah, warga belum mendapatkan kejelasan tentang dampaknya terhadap ekosistem. Perusahaan yang telah menerjunkan tim memang mengambil sampel air dan tanah sejak awal. “Tidak ada pengumuman mengenai itu. Warga hanya diminta menunggu,” kata Haerul, salah seorang warga.

Kini negosiasi antara warga dan perusahaan yang ditengahi Pemerintah Daerah hanya seputar nilai kerugian. Diskusinya alot. Pemerintah berlandaskan pada harga pembelian beras yang tak boleh di bawah Rp6.500 per kg, sementara warga meminta ganti rugi sebesar Rp15.000. Titik temunya ada di angka Rp10.000 per kg.

Dalam kesepakatan yang masih berjalan ini, jumlah ganti rugi ditetapkan setiap hektar sebanyak 7 ton per sekali panen, dan dihitung untuk 5 kali panen. Di Molindowe, siklus panen pertanian terhitung sebanyak 5 kali dalam 2 tahun. Tapi apakah lahan pertanian dalam dua tahun kemudian bisa kembali sehat?

Prof. Bieby Voitjant Tangahu dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengatakan dalam wawancara tertulis, pemulihan lingkungan yang tercemar membutuhkan waktu yang variatif. Namun, “Marine Fuel Oil (MFO) dengan rumus kimia C20H42 merupakan jenis bahan bakar minyak hasil penyulingan residu minyak bumi. Bahan bakar ini memiliki tingkat viskositas yang tinggi dan berwarna hitam pekat. Sifatnya yang kental dan kompleks membuat proses degradasinya berlangsung sangat lambat, bahkan dapat membutuhkan waktu lama untuk terurai secara alami,” tulisnya.

Bagi Prof. Bieby, pemulihan lahan yang tercampur minyak dapat dilakukan secara in-situ (di tempat) maupun ex-situ(digali). “Pemulihan dengan cara in-situ dapat dilakukan secara biologis dengan menambahkan bakteri atau mikroorganisme yang dapat mendegradasi minyak, baik secara bioaugmentasi (menambahkan bakteri secara langsung), maupun dengan berbagai metode misalnya menambahkan kompos atau pupuk organik (yang kaya akan nutrien dan mikroorganisme/bakteri) dengan cara landfarming,” lanjutnya.

Eko Rusdianto

Eko Rusdianto adalah jurnalis lepas, menerima penghargaan Oktavianus Pogau dari Yayasan Pantau. Eko Rusdianto berkontribusi buat Bollo.id.

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Laporan Mendalam

Mereka yang Menolak Pasrah

Anastasyah dan Asri, perempuan yang berjuang mempertahankan rumahnya dengan jalan masing-masing. Mereka menolak pasrah pada keadaan.

Semuanya Demi Hidup

Konflik agraria antar PTPN dan Warga Polongbangkeng bermula sejak lama. Para perempuan yang kini berusia sepuh