Anak-Anak di Lapangan Sepak Bola Desa Kaluppini/Foto: Andi Audia Faiza Nazli Irfan/Bollo.id
Anak-Anak di Lapangan Sepak Bola Desa Kaluppini/Foto: Andi Audia Faiza Nazli Irfan/Bollo.id

Ketika RTH Hingga Ruang Bermain Anak Minim

Coba kita bayangkan ketika suatu wilayah minim atau bahkan tak punya sama sekali ruang aktualisasi diri bagi anak-anak hingga remaja.

Bollo.id — Pemerintah Kabupaten Enrekang, belum sepenuhnya mampu menyediakan fasilitas hingga ruang bermain bagi anak. Desa Kaluppini, menjadi salah satu wilayah minim sarana aktualisasi diri anak-anak hingga remaja. 

“Untuk usia-usia remaja ke atas itu rata-rata permintaan dari mereka adalah masih ke arah-arah olahraga. (Seperti) lapangan, alat-alat olahraga, bola voli, bola sepak,” kata Kepala Desa Kaluppini, Salata, Rabu, 28 Mei 2025 sore.


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Selain permintaan dari anak langsung, para perempuan juga meminta pengadaan prasarana tersebut. Di samping itu, mereka juga meminta perbaikan dan perawatan lapangan yang telah ada.

“Ada beberapa masukan dari perempuan termasuk memperhatikan keadaan lapangan bermain untuk anak-anak yang sudah mau roboh lapangannya. Setelah ditinjau, ternyata betul sudah agak rawan,” lanjutnya.

Saat ini, pihaknya mengupayakan memperhatikan prasarana yang diminta anak-anak desa. Salah satunya melalui peraturan desa Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (Gedsi) yang ditetapkan pada 2023 lalu. 

Mengapa ruang bermain penting untuk anak? Sebab kemampuan motorik, emosional, dan sosial mereka berkembang dengan cara bermain.

“Mereka mengenal konflik, cara bertahan, mengapresiasi, mempertahankan diri, saat bermain,” kata Direktur Kedai Buku Jenny (KBJ), Harnita Rahman kepada Bollo.id, Kamis, 12 Juni 2025 sore.

Jika ruang bermain terbuka yang bersifat komunal tidak ada atau jauh dari mereka, maka anak mencari ruang bermain alternatif. Seperti bermain sendiri melalui gim elektronik. “Anak-anak akan mencari cara yang lain bermain. Misalnya anak-anak akhirnya bermain individual,” lanjutnya.

Dampak dari tidak tersedianya ruang bermain anak adalah ruang bermain terbuka lain yang membahayakan dirinya. Anak-anak bisa bermain di pinggir jalan, pinggir sungai, bahkan pinggir tempat yang curam.

Perempuan yang menyuarakan perihal ruang dan hak bermain anak itu menyebut bahwa ruang tersebut tidak selamanya tersedia bersama sarananya. Ruang Terbuka Hijau (RTH) seperti taman kota itu sudah cukup, meskipun tanpa perosotan, ayunan, jungkat-jungkit, dan semacamnya.

“Ruang terbuka itu sebenarnya cukup. Kalau seluncuran, itu bagus juga untuk diapresiasi, tapi sebenarnya itu sudah cukup daripada menganggarkan banyak sekali, yang ujungnya tidak terawat,” terang Nita.


Editor: Sahrul Ramadan

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru