Bollo.id — Kasus kematian Agung Pranata yang terjadi 2016 dan dihentikan penyidik Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) di tahun 2021, dipertanyakan Prof. Heri Tahir, ahli pidana dari Universitas Negeri Makassar (UNM).
Polda Sulsel diketahui telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pascaputusan praperadilan yang diterima hakim atas gugatan lima polisi yang menjadi tersangka. Mereka ditetapkan sebagai tersangka atas kematian Agung Pranata pada 2019.
“Itu juga (dipertanyakan), masa kasusnya 2016 tapi 2021 baru dia (tersangka) praperadilan, itu kan aneh juga. Termasuk penanganan perkara penyidikannya, kan paling tinggi 60 hari setelah itu penuntut umum (jaksa) 50 hari. Artinya itu kan beberapa bulan, tapi ini berapa tahun baru praperadilan, aneh,” kata Heri saat dikonfirmasi, Selasa, 23 September 2025.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Prof Heri berpendapat, seharusnya hasil putusan praperadilan pengadilan tidak menggugurkan materi pokok perkara Agung.
“Kan praperadilan itu belum masuk di materi pokok, artinya belum gugur ini seolah-olah ini sudah inkrah. Jadi bukan SP3 diterbitkan karena alat bukti tidak cukup, jadi kasusnya tetap bisa lanjut,” katanya.
Baca juga artikel lain tentang Agung Pranata:
- Kasus Agung Pranata: 9 Tahun Tanpa Keadilan
- Alasan Polisi Hentikan Penyidikan Kasus Kematian Agung Pranata
- Kisah Para Korban Kesewenang-wenangan Polisi
Diketahui, misteri kematian Agung Pranata dinilai janggal. Karena luka-luka yang dialami Agung tidak wajar pascapenangkapan itu. Seperti tulang leher patah, kepala atas remuk dan sejumlah luka seret.
Untuk itu, pihak keluarga Agung bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar sebagai pengacara hingga kini masih berupayanya mencari keadilan.