Kasus Agung Pranata: 9 Tahun Tanpa Keadilan

Orang tua ziarah ke makam Agung di Kabupaten Jeneponto/Istimewa
Orang tua ziarah ke makam Agung di Kabupaten Jeneponto/Istimewa

Bollo.id — Misteri kematian Agung Pranata, pemuda asal Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), genap sembilan tahun pada 29 September 2025. Agung ditemukan tewas dengan luka di beberapa bagian tubuh, patah tulang leher, hingga kepala remuk.

Pada 29 September 2016, Agung ditangkap tim Polsek Ujung Pandang di rumahnya di Minasaupa, Makassar. Polisi beralasan ia meninggal karena terjatuh dan sesak napas. Agung dituduh terlibat kasus narkoba, pencurian, hingga pemberatan. Namun, seluruh tuduhan itu tidak pernah terbukti.

Agung berasal dari keluarga polisi. Ayahnya, Basri, merupakan perwira aktif di Ditlantas Polda Sulsel kala kasus terjadi. Kini, setelah pensiun pada usia 63 tahun, Basri bersama istrinya, Mawar (59), tetap berkomitmen mencari keadilan bagi putranya. “Sejak awal kasus ini sudah kita minta pendampingan di LBH Makassar. Semoga masih ada jalan keadilan bagi anak saya,” ujar Basri, Sabtu (20/9/2025).

Banyak kejanggalan ditemukan selama kasus berjalan. Meski begitu, Mawar dan Basri mengaku tak akan berhenti menuntut keadilan. “Sampai kapan pun harapan kami untuk mendapat keadilan itu masih ada, berapa tahun pun kami harus menunggu di usia yang sekarang ini,” kata Mawar.

Pada 2019, penyidik Polda Sulsel sempat menetapkan lima anggota Polsek Ujung Pandang sebagai tersangka: CN, AS, AR, SA, dan JS. Penetapan itu dilakukan pada 18 Maret 2019, saat Irjen Umar Septono menjabat Kapolda Sulsel.

Namun, setelah pergantian Kapolda pada Mei 2021, kelima tersangka mengajukan praperadilan di PN Makassar dan dikabulkan. Penyidik kemudian melakukan gelar perkara dan mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3).

Meski penyidikan dihentikan, LBH Makassar bertekad mendorong agar kasus ini dibuka kembali. “Rencana kita akan menyurat lagi ke Polda Sulsel, apalagi dari hasil putusan praperadilan setelah kita pelajari banyak kejanggalan,” kata Salman Aziz, pengacara publik LBH Makassar.


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Menurut Salman, pihak keluarga maupun LBH tidak pernah diberitahu soal praperadilan maupun gelar perkara SP3. Bahkan, surat penghentian penyidikan yang diterima tidak memuat alasan jelas.

“Kita tidak pernah diberitahukan apa pun, dari proses praperadilan sampai gelar perkara di Polda,” tegas Salman.

Kondisi ini membuat keluarga Agung semakin kecewa. Mawar menilai, bila keluarga polisi saja sulit mendapat keadilan, maka masyarakat biasa akan lebih sulit lagi.

“Coba lihat, kami saja keluarga polisi masih sulit mendapat keadilan. Bagaimana dengan masyarakat biasa?” ucap Mawar.

Ia juga mengungkapkan bahwa keluarganya baru mengetahui kasus Agung dihentikan setelah mendatangi Polda Sulsel bersama LBH. Awalnya, mereka diarahkan ke Kejati Sulsel dengan alasan berkas sudah dilimpahkan. Namun setelah dicek, berkas itu ternyata tidak pernah masuk.

“Kami kecewa sekali. Awalnya dijanjikan akan dipanggil saat praperadilan maupun gelar perkara, tapi ternyata tidak ada. Baru tahu kasus dihentikan setelah kami sendiri datang ke Polda,” jelasnya.

Kini, sembilan tahun sudah berlalu, namun jalan keadilan bagi Agung Pranata dan keluarganya masih gelap.

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru

Mereka yang Menolak Bungkam

Desa Laikang diproyeksikan terdampak kehadiran KITA karena sebagian besar lahan yang dialokasikan merupakan ruang hidup masyarakat