Bollo.id — Pada Seri Performans kedua, Jumat, 2 Mei 2025, dalam proyek Kota dalam Teater, Nurul Inayah membawakan “Aku Ingin Tidur Lelap”, yang mengeksplorasi dampak psikologis banjir, bukan hanya kerugian materi, tetapi kecemasan, ketakutan, gangguan tidur, dan trauma jangka panjang.
Inayah memulai performance dengan muncul perlahan, mengenakan jumpsuit dan rambut dikepang, tanpa sapaan atau ekspresi. Di depannya, kasur digantung vertikal, sementara di lantai terhampar cangkang telur. Suara-suara kehidupan dari luar menjadi latar yang memperkaya suasana.
Babak pertama dimulai dengan Inayah yang bekerja perlahan, membaluri lem pada kasur, lalu menempelkan cangkang telur satu per satu. Tanpa dialog, tubuhnya berbicara tentang kerja repetitif, menggambarkan usaha untuk menyusun kembali yang telah hancur pasca-banjir, seperti pekerjaan rumah tangga yang tak pernah selesai.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Di babak kedua, ketegangan meningkat. Suara tangga berdecit dan bau lem menyengat, menciptakan pengalaman sensorik yang menambah kedalaman makna. Cangkang telur yang hampir lepas menjadi simbol perjuangan mempertahankan yang rapuh, dan Inayah mengulang proses tersebut tanpa keluhan.
Babak ketiga menghadirkan perubahan, dengan tangga yang digeser dan cangkang telur semakin rapat di kasur. Pecahan telur berserakan, tak disapu, justru menjadi bagian dari proses.
Cangkang telur, yang biasanya simbol kelembutan, kini merepresentasikan kerapuhan yang terancam pecah, seperti rumah dan kehidupan yang tampak utuh namun ringkih.
Baca juga artikel lain Kota dalam Teater:
Lem bukan hanya perekat, tetapi juga polusi yang menyeret penonton masuk dalam pengalaman sensorik, memaksa tubuh mereka ikut merasakan kelelahan Inayah.
Selama hampir satu jam, Inayah tak menyapa penonton, hanya berbicara melalui tubuhnya yang bekerja dengan tekun, menggambarkan kerja yang tak pernah selesai dan ketidakpastian hidup.

Di akhir performance, kasur hampir seluruhnya tertutup cangkang telur, dan pecahan tetap berserakan. Performance ini menolak klimaks instan, mengajak penonton untuk merenung dalam kekosongan dan pengulangan yang mengikis kesabaran.
“Aku Ingin Tidur Lelap” menunjukkan bahwa kerja, ketekunan, dan keteguhan adalah bentuk keberanian dalam menghadapi kehidupan yang terus berjalan.
Editor: Sahrul Ramadan