Bollo.id — Paksa Pasrah adalah Seri Performance kedua dalam proyek Kota dalam Teater yang dibawakan oleh Sabri Sahafuddin pada Kamis, 1 Mei 2025.
Performance ini menggambarkan kehidupan buruh harian lepas yang bekerja tanpa perlindungan, menghadapi tekanan dan ketidakpastian. Meski begitu, banyak yang bertahan karena kebutuhan untuk hidup.
Performance dimulai di Studio Kala Teater dan berlanjut ke Lapangan Tala. Sabri memikul karung berisi cabai, simbol dari beban hidup yang tak hanya fisik tetapi emosional.
Di lapangan, Sabri menata meja dan kursi sederhana, menumpahkan cabai, dan memungutnya satu per satu—gerakan berulang ini menggambarkan kerja tanpa akhir yang penuh tekanan.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Busana putih yang dikenakan kontras dengan cabai merah yang berhamburan, melambangkan tenaga kerja yang terkuras tanpa imbalan yang setimpal.
Dengan riasan natural dan interaksi dengan lingkungan sekitar, Sabri memperlihatkan keseharian buruh. Di lapangan terbuka, suara-suara warga sekitar, seperti “Apa kita bikin?” dan “Syuting ki?”, mengaburkan batas antara seni dan kehidupan sehari-hari.

Sabri tidak merespons suara-suara ini, justru penonton yang merespon dengan tawa canggung, menciptakan ketegangan antara niat artistik dan interpretasi publik.
Setelah satu jam, penonton mulai terlibat langsung: membantu memungut cabai, menyusun meja, menciptakan ruang refleksi kolektif tentang beban buruh. Ketika Sabri kembali sendiri, ia menegaskan ketidakberdayaan struktural yang memaksa buruh pasrah dalam kesendirian mereka.
Baca juga artikel lain Kota dalam Teater:
Paksa Pasrah bukan hanya mengangkat tema tentang ketidakpastian buruh harian, tetapi juga simbol dari kekerasan struktural yang tak tampak. Meskipun undang-undang melindungi hak-hak buruh, performance ini menunjukkan betapa jauh realitas dari apa yang tertulis.
Sabri tidak memberi jawaban, tetapi memberikan ruang untuk merenung tentang ketidakadilan yang ada. Performance berlangsung tanpa jeda hingga malam hari, dengan cahaya alami yang berganti redup dan suasana yang semakin hangat.
Anak-anak sekolah dasar yang awalnya hanya penonton, mulai ikut membantu, tertawa, dan berpartisipasi. Hal ini menunjukkan bahwa seni dapat melibatkan publik tanpa syarat, menciptakan pengalaman kolektif yang spontan.
Editor: Sahrul Ramadan