Sutra saat diproses untuk persiapan produksi di Desa Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan
Sutra saat diproses untuk persiapan produksi di Desa Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan

Potret: Perempuan Wajo Menenun Kehidupan Dalam Sutra 

Proses menenun, menggunakan ATBM di kolong rumah panggung, merupakan keterampilan yang diwariskan secara turun temurun dari ibu kepada anak.

Bollo.id — Perempuan Wajo di Desa Sempange, Kecamatan Tanasitolo, memelihara tradisi tenun sutra sebagai bagian penting dari kehidupan sehari-hari dan ekonomi keluarga. 

Sutra saat diproses untuk persiapan produksi di Desa Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan
Sutra saat diproses untuk persiapan produksi di Desa Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan

Proses menenun, menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) di kolong rumah panggung, merupakan keterampilan yang diwariskan secara turun temurun dari ibu kepada anak. 

Proses tenun sutra, perempuan di Desa Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan
Proses tenun sutra, perempuan di Desa Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan

Proses produksi dimulai dengan persiapan benang sutra putih (ma’cello), yang dicelup berulang kali dalam wajan besar berisi air hangat di kolong rumah. Pengeringan memakan waktu delapan jam jika cuaca terik, atau bisa mencapai tiga sampai empat hari jika hujan. 

Sutra saat diproses untuk persiapan produksi di Desa Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan
Sutra saat diproses untuk persiapan produksi di Desa Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan

Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Setelah kering, benang dipintal manual atau dengan dinamo, lalu disusun ulang mengikuti balo. ATBM menjadi tulang punggung produksi saat ini karena dianggap lebih efisien dibandingkan baddoka (alat tenun yang dipangku, yang berat dan melelahkan). 

Di tengah efisiensi alat modern, tangan perempuan berperan penting dalam menjaga mutu kain sutra Wajo, terutama untuk mengukur ketegangan lusi, menghitung jarak pakan, dan menakar warna. 

Haji Nare saat memproses sutra sebelum ditenun untuk produksi/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan
Haji Nare saat memproses sutra sebelum ditenun untuk produksi/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan

Hasilnya, satu lembar kain biasanya diselesaikan dalam satu hingga dua hari, tergantung pada tingkat kerumitan motif dan jumlah pekerja.


Baca juga: Perempuan Wajo Menjaga Napas Sutra


Generasi baru, seperti Kartini, tidak hanya meneruskan tradisi menenun tetapi juga beradaptasi dengan pemasaran digital dan menghadapi tantangan seperti regenerasi pekerja dan ketidakpastian bahan baku. 

Perempuan Wajo memanfaatkan momen ini untuk mengikat waktu; mereka menjalankan tiga peran sekaligus: menjaga rumah, mengasuh, sekaligus menenun penghidupan. 

Haji Nare saat memproses sutra untuk diproduksi/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan
Haji Nare saat memproses sutra untuk diproduksi/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan

Dari proses mekanis ini, motif atau balo, sebutan masyarakat Wajo, muncul perlahan dari hitungan lusi dan pakan yang harus tepat.

Meskipun pekerjaan ini sering dianggap sebagai sampingan, tenun sutra berfungsi sebagai penopang ekonomi utama dan menjadi bagian integral dari identitas budaya di Kabupaten Wajo.

Sutra saat diproses untuk persiapan produksi di Desa Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan
Sutra saat diproses untuk persiapan produksi di Desa Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo/Foto: Dwiki Luckianto Septiawan

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi Bollo.id dan Project Multatuli untuk koleksi jendela.projectmultatuli.org


Editor: Sahrul Ramadan

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Foto

Merenggut Tanah

Sejak lama, konflik agraria terjadi di Polongbangkeng Utara, saya menemui sejumlah warga yang mengalaminya selama puluhan