Bollo.id — Merantau menjadi pilihan yang diambil sebagian dari pemuda di Dusun Limapoccoe, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Kurangnya lapangan pekerjaan selain bertani dan berkebun, jadi pemicunya.
Merantau, jauh dari keluarga tentu menjadi konsekuensi logisnya. Saat seseorang merantau, ia berjarak secara fisik dari orang tua, rumah, kebiasaan sehari-hari, makanan, bahkan suasana tempat tinggalnya atau kampungnya.
Jarak itu menciptakan kekosongan atau kehilangan. Situasi itulah yang biasa dirasakan Salma, warga Dusun Limapoccoe. Setelah bertahun-tahun ditinggal anaknya merantau, kerinduan menjadi hal yang niscaya terelakkan.
Salma merawat kenangan anaknya yang telah merantau melalui memasak. Saat menyibukkan diri di dapur, meramu sayur dan daging, dan menyiapkan makanan, kenangan tentang anaknya seketika muncul. “Itu mi masak (yang ingatkan anak), sedih” kata Salma, saat ditemui di rumahnya, Kamis, 10 Juli 2025.
Perempuan 60 tahun itu akan menjeda sementara kegiatan domestiknya, seperti memasak, apabila telepon video (video call) dari anaknya masuk di gawainya. Masak dan menelpon merupakan cara Salma untuk meredakan kerinduannya. “Kalau masak, baru ada VC, berhenti ka,” lanjutnya.
Anaknya itu menelpon ibunya di kampung secara berkala, selain pulang kampung minimal setahun sekali. Meski telah merantau sekitar lima tahun lebih, Salma jarang mendengar keluhan dari sang anak di perantauan.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Setelah menyelesaikan pendidikan—sekolah pelayaran di Makassar, Akbar merantau ke Berau, Kalimantan Timur. Pada usia 27 tahun, Akbar kini dapat memberi rezekinya juga ke orang tuanya.
“Dia menabung untuk rumah ini. Kirim uang ke kita dan bantu perbaiki rumah,” kata Salma sambil menunjuk batu batako putih di dinding dan beberapa perabot rumah.

Ibu itu bangga mengatakan bahwa anaknya telah sukses dengan pekerjaan di rantau. Ia juga merasakan motivasi anaknya yang kerja pelayaran telah terbagi juga ke para sepupunya. “Saya suka karena dia berhasil. Dari pengalamannya, sepupu-sepupunya tertarik (mengikuti jejak Akbar),” terangnya.
Salma kemudian mengingat bahwa ia sempat menjual sawahnya untuk pendidikan Akbar. Ia yakin usahanya itu berdampak besar karena tujuan pendidikan.
Meski ia dan suaminya bekerja tani dahulu, ia kini tidak menyarankan anaknya kerja di sawah atau kebun. “Tinggal di sini apa, nda ada dikerja,” kata Salma yang pesimis terhadap lapangan kerja di Limapoccoe.
Rasa rindu menunjukkan bahwa meskipun seseorang pergi jauh, relasi batin tetap hidup. Seperti Salma yang merindukan anaknya saat memasak di dapur.
Editor: Sahrul Ramadan