Bollo.id — Ia adalah Alhaidi, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar yang sedang berjuang menuntut keadilan atas Surat Keterangan (SK) skorsing yang dikeluarkan pihak kampus secara sepihak. Alhaidi menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar.
Atas gugatan ini, Alhaidi pun menerima berbagai perlakuan intimidasi dari pihak kampus. Mereka meminta Alhaidi segera mencabut gugatan itu di pengadilan.
Bagaimana awal mula kasus ini
Menurut Alhaidi, kasus ini berawal setelah dia ditangkap polisi usai berdemo di depan kampus 1 UIN Makassar pada 5 Agustus 2024 lalu. Mereka menolak Surat Edaran 2591 yang dianggap mengancam demokrasi kampus.
Pada 23 Agustus, Alhaidi mendapat surat panggilan dari Dewan Kehormatan Universitas (DKU) UIN Makassar.
“Saya dikirim surat pemanggilan dari DKU untuk menghadap. Cuma saya bilang saya belum bisa menghadap ini karena saya masih di luar,” kata Alhaidi kepada Bollo.id, Selasa, 11 Maret 2025.
Dari situ, Alhaidi pun menunggu kelanjutan panggilan dari pihak kampus. Tapi tak ada kabar yang datang. Pihak kampus justru mengeluarkan SK skorsing kepada sejumlah mahasiswa, termasuk Alhaidi.
“Satu minggu itu karena tidak ada kabar, saya dikeluarkan SK skorsing dan kemudian saya angkat kuasa di LBH,” jelas Alhaidi.
Para mahasiswa UIN Makassar yang tak terima keputusan SK skorsing secara sepihak itu kemudian menggugat ke PTUN Makassar.
“Kalau yang 30 orang ini saya tidak tahu persis, tapi yang 11 orang kemarin yang angkat kuasa di PBHI semua sudah cabut gugatannya, tinggal saya sendiri [tidak cabut gugatan],” kata dia.
Apa yang terjadi setelah gugatan
Beberapa bulan setelah kejadian itu, sejumlah perwakilan dari mahasiswa yang juga melayangkan gugatan di PTUN menemui Alhaidi. Mereka menyatakan bahwa akan mencabut gugatan.
“Dia bilang kami cabut gugatan karena dikembalikan uang UKT yang semester kemarin yang diskorsing,” jelas Alhaidi menirukan perkataan mahasiswa itu.
Sementara Alhaidi, masih tetap bertahan dan tak mencabut gugatannya. Alhaidi pun menerima berbagai intimidasi dari pihak kampus.
Saat Alhaidi baru saja pulang dari Kuliah Kerja Nyata (KKN) dia menerima telepon dari ketua jurusannya. Alhaidi diminta untuk segera menemui dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
“Itu dekan bilang bagaimana kasus skorsingmu. Apakah kamu mau lanjut gugatan atau tidak?”
“Saya bilang kenapa pak?”
“Kau ini pergi KKN sedangkan lagi masa skorsing. Di mana kau dapatkan stempel dan tanda tanganku.”
“Saya bilang saya dapat dari websitenya fakultas. Saya daftar sesuai dengan teman-teman yang lain, yang mengikuti KKN.”
“Dia bilang kau tidak akan saya input nilaimu [KKN] ketika kau tidak cabut gugatan di PTUN.”
“Saya jawab, saya akan cabut gugatan saya pak, ketika hak-hak saya kemarin dipulihkan.”
Namun pihak kampus menolak keras permintaan Alhaidi, sehingga dia pun menolak untuk mencabut gugatannya di pengadilan.
Dari sini, pihak kampus kemudian menghubungi orang tua Alhaidi. Dalam percakapan itu, menurut Alhaidi, pihak kampus menanyakan mengapa Alhaidi tidak mau mencabut gugatannya.
“Sedangkan teman-teman yang lain itu cabut semua gugatan. Kemungkinan anak Anda ini ada orang di belakangnya,” tutur Alhaidi.
Masalahnya ternyata tak sampai di situ. Alhaidi kemudian menerima surat panggilan untuk menghadap ke Dewan Kehormatan Universitas (DKU) UIN Makassar. Dia dituduh telah menyalahgunakan surat berkelakuan baik agar dapat memenuhi syarat berangkat KKN.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Alhaidi kemudian memenuhi panggilan tersebut. Dia menghadiri sidang pemeriksaan yang berlangsung di gedung Rektorat UIN Alauddin Makassar, Senin 10 Maret 2025.
Di tempat itu, Alhaidi membela diri dengan mengatakan bahwa ia tak pernah memalsukan surat keterangan berkelakuan baik tersebut, sebagaimana yang dituduhkan kepadanya.
“Saya tidak pernah melakukan tanda tangan ini, saya daftar KKN, saya mengambil surat berkelakuan baik itu sesuai dengan apa yang dilakukan mahasiswa yang lain,” jelas Alhaidi.
Namun, pihak kampus tidak menerima alasan Alhaidi. Mereka justru mengancam akan melaporkan Alhaidi ke polisi jika tetap tak mencabut gugatannya di pengadilan.
“Kalau kau mau lanjut gugatanmu, saya tidak segan akan mempidanakan dan memenjarakanmu atas kelakuanmu ini yang memalsukan tanda tangan dan stempel online,” kata Ketua Majelis DKU UIN Makassar, Prof Marilang kepada Alhaidi.
Posisi kasus menurut LBH Makassar
Hutomo Mandala, Koordinator Bidang Hak-Hak Sipil dan Politik LBH Makassar mengatakan, saat ini kasus tersebut telah disidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar dalam agenda pemeriksaan saksi.
“Saksi tambahan dari kami sebagai penggugat, mahasiswa itu sama saksi tergugat juga dalam hal ini dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Makassar. Iya diperiksa dua-dua tadi,” kata Hutomo.
Kata Hutomo, kasus intimidasi yang terjadi pada Alhaidi diduga tak lepas dari permintaan tergugat, dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Makassar yang meminta Alhaidi untuk mencabut gugatannya.
“Dia [Alhaidi] dilobi cabut gugatan, tapi dia bertahan. Dia tidak mau, kecuali dia dikasih semester pendek dan dicabut SK skorsingnya,” kata Hutomo.
Pada Senin, 10 Maret 2025 lalu, kata Hutomo, Alhaidi sempat bertemu dengan wakil dekan 3 Fakultasnya. Alhaidi diminta untuk segera mencabut gugatannya.
Dalam pertemuan itu, Alhaidi pun bersedia mencabut gugatannya jika SK skorsing dari pihak kampus yang diterimanya juga dicabut. Dan Alhaidi juga diberi keringanan semester pendek agar dapat memperbaiki nilai akademiknya yang error saat menjalani skorsing di semester lalu.
“Tapi wakil dekan itu malah tidak mau, bilang tidak ada cabut skorsing. Pokoknya cabut gugatan, kalau tidak nilai KKNmu tidak akan saya input [wakil dekan bidang kemahasiswaan],” jelas Hutomo.
Terkait dengan tuduhan pemalsuan surat keterangan berkelakuan baik, kata Hutomo, sama sekali tak dilakukan Alhaidi. Surat tersebut dikeluarkan sendiri oleh wakil dekan 3 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan melalui website, sehingga yang bertanda tangan di surat itu adalah wakil dekan sendiri.
“Dan itu tadi diketerangan sidangnya, dia akui bahwa dia memang yang bertandatangan di situ melalui tanda tangan digital,” beber Hutomo.
Kesalahan dari pihak kampus, kata dia, mereka tidak mencegah dari awal mahasiswa yang terkena skorsing seperti Alhaidi untuk ikut KKN. Padahal sejak awal sudah ada koordinasi antara Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) yang menangani mahasiswa KKN.
“Di hasil persidangan, keterangan para saksi dari wakil dekan 3-nya itu sama kepala prodinya. Kepala prodinya ini mengatakan sudah ada juga koordinasi dengan LP2M mengatakan bahwa Alhaidi mendaftar KKN,” kata dia.
“Sayangnya di situ, dia tidak dihentikan dari awal, sebelum dia turun KKN, dalam arti pada saat dia mendaftar KKN itu dia dihentikan ditolak berkasnya. Tapi malah tidak ditolak dan dibiarkan. Nanti setelah KKN baru diancam nilainya itu tidak akan diterima.” sambung Hutomo.
Bollo.id telah menghubungi Ketua Majelis DKU UIN Makassar, Prof Marilang untuk meminta tanggapan mengenai kasus mahasiswa UIN yang mendapat perlakuan intimidasi tersebut karena diduga menolak mencabut gugatan di PTUN Makassar. Namun Marilang menolak untuk diwawancara. “Lain kali saja, saya lagi di kebun ini.”
Editor: Sahrul Ramadan