Bollo.id – Pada 15 September lalu, Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman meresmikan pengoperasian taksi listrik di Kota Makassar. Green Smart Mobility (GSM) adalah kendaraan listrik asal Vietnam yang diproduksi oleh PT Xanh SM Green and Smart Mobility.
Gubernur mengatakan bahwa taksi listrik merupakan inovasi hijau. “Semoga layanan ini dapat memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat, sekaligus menjadi inspirasi untuk terus menghadirkan inovasi hijau di berbagai sektor kehidupan,” dikutip dari laman resmi Pemprov Sulsel, Minggu, 5 Oktober 2025.
Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru; pembaruan. Dalam konteks ini, gubernur menilai taksi listrik merupakan transportasi umum yang lebih modern dan memiliki aspek ramah lingkungan.
Inovasi hijau oleh gubernur sesuai dengan definisi hijau dalam KBBI edisi VI. Hijau berkaitan dengan gerakan, semangat, isu, yang bertujuan untuk mengurangi efek rumah kaca dan pemanasan global.
Kendaraan listrik unggul dalam pengeluaran emisinya yang tidak langsung daripada kendaraan konvensional berbahan bakar minyak bumi.
“Kendaraan listrik yang tidak memiliki knalpot pada mesinnya membuat proses sisa pembakaran tidak menimbulkan emisi karbon atau polutan,” dikutip dari studi kasus dalam Jurnal Aegis, Robertua dkk (2024).
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Taksi listrik disebut sebagai produk ramah lingkungan. Namun, baterai listrik tersebut juga berasal dari ekstraksi sumber daya bahan bakar fosil, yaitu batubara.
Ekstraksi dimulai dari pengambilan material, pemisahan material, hingga pengolahan akhir. Baik di dasar tanah, maupun dasar laut, ekstraksi tetap dilakukan.
Dengan demikian, kendaraan listrik bisa dipertanyakan labelnya sebagai inovasi hijau. Nikel sebagai salah satu daya material baterai listriknya bisa ada karena penambangan yang merupakan masalah lingkungan dan sosial.
Ekonomi Hijau Berujung Greenwashing
United Nations Environment Programme (UNEP) menggagas ekonomi hijau pada 2008/2009. Salah satu tujuan Program Lingkungan Hidup PBB adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan.
Kendaraan listrik merupakan keluaran (output) ekonomi hijau. Hal ini dikritik dengan kapitalisme hijau. Kapitalisme tetap berjalan, tapi “dihijaukan” dengan inovasi ramah lingkungan (kendaraan listrik tanpa asap-emisi).
Eduardo Gudynas dalam Extractivisms: Politics, Economy and Ecology mengkritik ekonomi hijau karena sumber daya kendaraan listrik itu tetap membutuhkan daya hasil pertambangan.
Pemikir Uruguay itu berkomentar bahwa ekonomi hijau itu tidak juga mengurangi kerusakan, tapi malah mengizinkan ekstraksi dengan label hijau. Ekonomi hijau melanggengkan ekstraktivisme.
Dengan kata lain, dengan ekonomi hijau, pemerintah hingga swasta mendapatkan penerimaan atau seperti lampu hijau untuk melakukan eksploitasi lingkungan dan sosial. Ekonomi hijau dapat menjadi alasan praktik greenwashing.
Menurut Nancy E. Furlow dalam “Greenwashing in the New Millennium“, green washing merupakan praktik yang samar dan menyesatkan karena menggunakan ramah lingkungan sebagai citra.
Citra itu meningkatkan permintaan pasar yang terpengaruh dengan slogan “peduli lingkungan”, meskipun klaim itu belum tentu sesuai kenyataan. Klaim hijau dengan ekstraktif di baliknya memunculkan rasa keraguan dan ketidakpercayaan karena greenwashing merupakan bentuk manipulasi.
Dalam artikel “The Drivers of Greenwashing” oleh Magali A. Delmas dan Vanessa Cuerel Burbano (2011), disebutkan beberapa alasan perusahaan melakukan greenwashing. Ada permintaan dari konsumen untuk produk ramah lingkungan.
Perusahaan yang merespon cepat permintaan itu kemudian bisa memperoleh keuntungan reputasi. Delmas dan Burbano kemudian memberi saran supaya praktik greenwashing dapat dikurangi. Salah satunya adalah literasi lingkungan agar masyarakat bisa membedakan mana klaim yang benar dan yang manipulatif.
Zhi Yang dkk (2020) dalam “Greenwashing Behaviours: Causes, Taxonomy and Consequences Based on a Systematic Literature Review” juga menyebutkan persepsi publik terhadap peduli lingkungan mempengaruhi permintaan pasar yang berujung pada greenwashing.
Permintaan publik yang tinggi terhadap produk ramah lingkungan membuat perusahaan terdorong memakai klaim hijau untuk masuk pasar itu.
Mereka kemudian menyebutkan dampak dari greenwashing seperti masyarakat tertipu dengan membeli produk berdasarkan klaim palsu sehingga harapan lingkungan tidak terpenuhi. Ini berpotensi pada penurunan kepercayaan publik terhadap klaim “ramah lingkungan” kedepannya.
Editor: Sahrul Ramadan

[…] Baca juga: Di Balik Buaian Transportasi Ramah Lingkungan […]