Monolog Salma dalam Makassar Perform/Foto: Ishaq
Monolog Salma dalam Makassar Perform/Foto: Ishaq

Makassar Perform: Realitas Sosial Politik dan Sejarah yang Tak Tercatat

Kota Makassar bukan sekadar tempat, melainkan sejarah dan memori atau ingatan. Narasi ini yang ingin dibawa ke warga muda.

Bollo.id — Makassar Perform adalah pertunjukan seni kolektif oleh Studio Patodongi, Rumata’ Artspace, dan SIKU Ruang Terpadu. Teater dan kolaborasi lintas disiplin ditampilkan empat hari. Sejak 26 hingga 29 Juni 2025 di Rumata’ Artspace, Jalan Bontonompo, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar.

Kegiatan inisiasi ini diadakan untuk mencari tahu, mempelajari, dan menganalisis kota Makassar. Kota Makassar bukan sekadar tempat, melainkan sejarah dan memori atau ingatan. Narasi ini yang ingin dibawa ke warga muda.

“(Acara) ini jadi penanda bersama bahwa warga muda Makassar hari ini juga punya antusias yang begitu besar untuk mempercakapkan lebih jauh tentang kota dan tentang warga,” kata Direktur Program dan Kemitraan Rumata’ Artspace, Rachmat Mustamin saat pembukaan acara, Kamis, 26 Juni 2025 malam.

Pertunjukan-pertunjukan di dalamnya merupakan respons isu-isu saat ini tentang ruang dan manusia (to act sekaligus to perform). Pada hari pertama, “Pukul; Tubuh Tumpul” memuat narasi Makassar hari ini. Ia mengibaratkan Makassar sebagai manusia dengan pertanyaan personifikasi seolah-olah Makassar adalah manusia, “Bagaimana pertemuan awalmu dengan Makassar?”.

“Pukul; Tubuh Tumpul” merupakan hasil pengembangan naskah puisi M Aan Mansyur berjudul “Makassar adalah Jawaban, tapi Apa Pertanyaannya?”. 


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Aktornya kemudian merefleksikan perubahan Makassar dengan cara reklamasi yang menjadi salah satu proyek kota besar mengikuti Jakarta. “Semua lautan biru sudah jadi abu-abu,” kata salah satu aktor.

Pada hari kedua, pertunjukan berjudul “Salma” mengangkat isu pernikahan dan perempuan di Makassar. Monolog itu merefleksikan realita yang sarkastik dalam kehidupan pernikahan masyarakat miskin. 

Salma menyoroti keluarganya yang mengurus kehidupan pribadi dengan menggunjingkan keputusan pribadinya dan suaminya setelah menikah dalam lima tahun. 

Ia memilih untuk tidak memiliki anak sementara waktu agar terhindar dari masalah internal keluarga yang bisa mempengaruhi psikologi anak. “Mu kira orang miskin nda punya pendirian?” kata Salma merespons gosip keluarganya.

Ia kemudian menceritakan realita perempuan yang telah menikah ke para audiens. Ada perempuan yang melepaskan impiannya dalam bidang pekerjaan, menyerahkan seluruh dirinya untuk patuh terhadap suaminya yang patriarkis, dan mengemban tugas dan perannya sebagai istri sekaligus ibu dengan ikhlas.

Monolog Salma dalam Makassar Perform/Foto: Ishaq
Monolog Salma dalam Makassar Perform/Foto: Ishaq

Pada hari ketiga dan keempat, “Kebun: Warisan Tanah” mengangkat isu Makassar di kala lampau. Yaitu Makassar dan sejarah kelam Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Sulsel pada tahun 1960-an. 

Petani atau pekebun digambarkan melalui tantangan nyawanya bisa dihabisi kapan saja oleh gerilyawan atau biasa disebut gorilla karena persembunyiannya di hutan, penyerangan yang mendadak, dan brutalitasnya. “Jangankan makan, bertahan hidup saja susah,” kata aktor.

“Pertunjukan ini memuat kapitalisme kolonialisme melalui agama, perampasan lahan, dan perselisihan warisan. Karya ini mencoba menelusuri kebun, warisan, arsip, sejarah, dan peristiwa besar yang pernah terjadi di Sulawesi untuk menemukan kepingan-kepingan pengetahuan serta melengkapi pertanyaan akan kisah-kisah yang selama ini tidak hadir dalam wacana besar sejarah Indonesia,” dikutip dari Instagram Makassar Perform, Rabu, 2 Juli 2025.


Editor: Sahrul Ramadan

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Pertunjukan

Kumuh yang Melintas-lintas

Kumuh yang melintas-lintas menggambarkan dampak hidup di pemukiman kumuh terhadap kesehatan, lingkungan, sosial, dan ekonomi warga.

Aku Ingin Tidur Lelap

Mengeksplorasi dampak psikologis banjir, bukan hanya kerugian materi, tetapi kecemasan, ketakutan, gangguan tidur, dan trauma jangka

Paksa Pasrah

Paksa Pasrah menggambarkan kehidupan buruh harian lepas yang bekerja tanpa perlindungan, menghadapi tekanan dan ketidakpastian.