Seri Performance Proyek Kota dalam Teater "Kumuh yang Melintas-lintas" oleh Fathur Rahman
Seri Performance Proyek Kota dalam Teater "Kumuh yang Melintas-lintas" oleh Fathur Rahman

Kumuh yang Melintas-lintas

Kumuh yang melintas-lintas menggambarkan dampak hidup di pemukiman kumuh terhadap kesehatan, lingkungan, sosial, dan ekonomi warga.

Bollo.id — Performance “Kumuh yang Melintas-lintas” oleh Fathur Rahman menutup Seri Performans kedua pada Jumat, 2 Mei 2025, dalam proyek Kota dalam Teater di Mall Nipah Park. 

Dalam performance ini, Fathur menggambarkan dampak hidup di pemukiman kumuh terhadap kesehatan, lingkungan, sosial, dan ekonomi warga.

Ruang publik mall yang ramai menjadi latar yang kontras dengan tumpukan kardus, ember cat, kuas, sikat toilet, dan kotak perkakas yang tersebar. 


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Fathur, mengenakan jas hitam dan sepatu pantofel, namun mengenakan boxer bermotif zebra, duduk di atas kardus dan mulai meremas arang, menggoreskan pensil di atas kardus, menggambar rumah-rumah sederhana yang biasa ditemukan di pemukiman kumuh. 

Kontras antara penampilannya yang rapi dengan lingkungan sekitarnya menciptakan gambaran tentang ketimpangan kota.

Fathur terus menggambar, dari rumah sederhana hingga rumah panggung yang lebih kompleks, menggambarkan pemukiman yang semakin padat dan penuh. 

Setiap goresan dan sapuan arang menggambarkan jejak kehidupan yang tak pernah bersih, yang selalu ada kekacauan di dalamnya. Aroma cat dan suara mall yang bising semakin menambah kesan bahwa kekumuhan bukan hanya visual, tapi juga bau, suara, dan ketegangan yang mengisi ruang.

Kostum Fathur, yang tampak tak masuk akal, menjadi sindiran terhadap kota yang tampak megah di luar, namun rapuh di dalam. Ia mengajak penonton untuk melihat kekacauan yang sering diabaikan, untuk tidak terpaku pada tampilan luar, melainkan memperhatikan yang tersembunyi.

Ketika delapan kardus selesai dilukis, Fathur menyusunnya menjadi sebuah lanskap kota mini yang rapuh namun penuh kehidupan. 

Fathur sedang menggambar sketsa rumah-rumah warga yang terpinggirkan (Kumuh yang Melintas-lintas)
Fathur sedang menggambar sketsa rumah-rumah warga yang terpinggirkan (Kumuh yang Melintas-lintas)

Tanpa musik dramatis atau ucapan, performance ini mengajak kita untuk merenung. Kekumuhan dan ketimpangan sosial yang digambarkan tetap ada, meski performance berakhir. 

“Kumuh yang Melintas-lintas” bukanlah sebuah performance yang menawarkan solusi atau protes, melainkan sebuah ajakan untuk berhenti sejenak di tengah hiruk-pikuk kota dan menyadari kekacauan yang sering kita abaikan. 

Setiap goresan dan cat yang tersebar adalah gambaran potongan-potongan kehidupan kota yang saling bertabrakan dan saling melukai.


Baca juga artikel lain Kota dalam Teater:


Saat performance berakhir, kardus-kardus itu tetap berdiri, menghadap kita, mengingatkan bahwa kekumuhan kota tak akan hilang hanya karena lampu dimatikan. 

Penonton pulang dengan perasaan tak nyaman, membawa pertanyaan tentang kota yang terus hidup meskipun kita sering berpaling darinya. Itulah keberhasilan Kumuh yang Melintas-lintas: ia meninggalkan kesan mendalam di dalam pikiran kita.


Editor: Sahrul Ramadan

Emma

Lulusan Sastra Universitas Hasanuddin yang aktif dalam seni pertunjukan, riset budaya, dan penulisan. Ia menulis skripsi tentang representasi perempuan dengan pendekatan feminisme eksistensialis Simone de Beauvoir. Saat ini, ia terus mencari bentuk dan cara bercerita yang jujur lewat tubuh, kata, dan ruang.

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Pertunjukan

Aku Ingin Tidur Lelap

Mengeksplorasi dampak psikologis banjir, bukan hanya kerugian materi, tetapi kecemasan, ketakutan, gangguan tidur, dan trauma jangka

Paksa Pasrah

Paksa Pasrah menggambarkan kehidupan buruh harian lepas yang bekerja tanpa perlindungan, menghadapi tekanan dan ketidakpastian.